KedaiPena.com – Penggeledahan Ditjen Minerba Kementerian ESDM oleh KPK, diharapkan bisa menjadi titik awal untuk membuka berbagai dugaan penyelewengan lainnya. Karena, selama ini, berbagai rumor negatif mencuat dari ditjen yange memiliki kekuasaan besar die ranah pertambangan nasional ini.
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman meminta KPK untuk mengungkapkan secara tuntas terkait dugaan korupsi tunjangan kinerja (Tukin) ASN di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM.
“Jika menilai dari nilai kerugian yang diucapkan oleh Kabag pemberitaan KPK, Fikri Ali dihadapan awak media benar adanya, kami malah berpendapat, kasus ini receh untuk KPK dari ukuran operasi tambang yang dikelola oleh Ditjen Minerba,” kata Yusri, Selasa (28/3/2023).
Ia menggarisbawahi adanya fakta penting bahwa tercuat informasi yang menyatakan bahwa sebagian hasil korupsi tukin ini telah digunakan untuk kepentingan oknum pemeriksa BPK RI, selain digunakan untuk diri sendiri oleh pelakunya.
“KPK harus usut serius keterlibatan oknum BPK lainya, ini pentlng, jika aparat pemeriksa ikut bermain juga, maka sudah hancur negara kita ini,” ucapnya.
Yusri menjelaskan bahwa sejak 2012 hingga setidaknya tahun 2017, sudah dibentuk Kordinasi dan Supervisi (Korsup) Minerba antara KPK dengan Kementerian ESDM.
“Artinya KPK sangat paham anatomi tata kelola di Ditjen Minerba, termasuk sangat memahami Direktorat yang basah dan setengah basah hingga kering di Ditjen Minerba, termasuk mengetahui pos pos yang rawan terjadinya praktek kongkalikong yang berpotensi merugikan negara,” ucapnya lagi.
Diinformasikan bahwa tujuan awal dibentuknya Korsup Minerba adalah untuk menertibkan adanya tumpang tindih lUP, yang kala itu ada 10.827 IUP yang tercatat di Ditjen Minerba KESDM, sebagai akibat produk dari PP nomor 75 Tahun 2001 yang memberikan kewenangan pengelolaan sektor minerba kepada Pemda di tingkat Kabupaten Kota. Produknya adalah CnC (Clear & Clean) dan tercantum di MODI (Mineral One Map Indonesia).
Yusri menilai ada beberapa faktor yang menyebabkan dugaan korupsi TUKIN ini mencuat ke permintaan.
“Korupsi tukin bisa terjadi akibat fungsi Inspekur Jenderal Kementerian ESDM yang tupoksinya mengawasinya dianggap impoten. Karena tidak bisa mendeteksi korupsi tukin ini, yang katanya sudah berlangsung dari tahun 2020 hingga saat ini,” ungkapnya.
Atau, lanjutnya, kasus ini terungkap akibat adanya pertarungan elit elit untuk menentukan sosok pengganti Ridwan Djamaludin sebagai Dirjen Minerba, karena pada 24 Maret 2023 sudah berumur 60 tahun dan harus pensiun.
Ia menegaskan bahwa KPK harus bisa dan mampu mengungkap kasus big fish di sektor pertambangan ini. Mengikuti jejak kasus Ferdi Sambo yang berhasil menguak adanya aliran dana haram mafia tambang ke oknum penegak hukum yang bertindak sebagai backingnya, dari level Polsek hingga Mabes.
Bahkan beredar flow chart, adanya geng Sumut, geng Kalimantan, nama nama pemain koridor, pejabatnya, pengutipnya dan tokoh 303, yang bermain di tambang secara terang benderang. Walaupun kini, isu itu tampaknya telah terkubur bersamaan isu isu baru yang terus bermunculan dan terkesan Kapolri pura pura tidak tahu.
“Jadi, harusnya KPK menjadikan kasus korupsi tukin sebagai pintu masuk untuk bisa mengungkap kasus lain yang big fish di Ditjen Minerba, dimulai dari dugaan kongkalikong antara pemilik tambang dengan oknum pejabat terkait di Ditjen Minerba yang bisa dijerat dengan pidana korupsi, yaitu dalam penentuan kuota produksi setiap perusahan didalam penerbitan RKAB (Rencana Kerja Anggaran Biaya) setiap tahunnya,” kata Yusri tegas.
Ia mengungkapkan adanya tambang yang tidak layak produksi lagi, tetapi diterbitkan persetujuan RKAB-nya.
“Bisa jadi dokumen terbang inilah yang digunakan oleh penambang ilegal, lebih dikenal penambang koridor. Infonya dokumen terbang itu diperjual belikan oleh pemilik tambang dengan harga USD 10 permetrik ton bagi pemain koridor yang membutuhkannya agar bisa diekspor batubaranya,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan, bahwa sudah menjadi rahasia umum, bagi pengusaha tambang besar maupun kecil, yang tidak punya akses ke pejabat di Ditjen Minerba, jangan pernah bermimpi bisa mudah mendapat persetujuan RKAB. Banyak kasus terjadi RKAB baru keluar menjelang akhir tahun.
“Makanya calo RKAB bertopeng konsultan tambang saat ini tumbuh pesat, lazimnya jadi kaki tangan pejabat yg berwenang menyetujui RKAB, biar cantik mainnya. Beda halnya penambang yang punya hubungan khusus, pada awal bulan Januari sudah keluar persetujuan RKAB dan sangat mudah merevisi untuk penambahan kuota pertengahan tahun,” tuturnya lagi.
Sehingga, menurut Yusri, KPK juga harus menelisik adanya dugaan kongkalikong praktek lancung dalam perpanjangan PKP2B dan Kontrak Karya menjadi IUPK. Dimana sejak lahirnya UU Minerba nomor 3 tahun 2020, dinilai penuh kontroversial.
“Dari besar dan luasnya kewenangan yang dimiliki Ditjen Minerba KESDM di bidang operasi pertambangan, maka ada potensi puluhan triliun diduga bocor setiap tahunnya dari praktek kotor. Akibat tidak sesuainya data produksi yang tercatat di E-PNBP Ditjen Minerba, dengan realisasi yang tercatat di KSOP (Kesyahbandaran Sistem Operasi Pelabuhan) Kementrian Perhubungan dan data di Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan,” kata Yusri lebih lanjut.
Ia juga menekankan adanya praktek transfer pricing yang dilakukan penambang, juga harus jadi obyek penyidikan. Yaitu rekayasa penambangan dengan menurunkan kadar batubara maupun nikel untuk mengurangi jumlah setoran nilai kewajiban PNBP, yang tentunya sangat merugikan negara.
Mengutip Plh Dirjen Minerba, Idrus Suhite pada awal Desember 2022, jika dikelola dengan benar maka PNBP bisa ditingkatkan menjadi 2 sampai 3 kali lipat. Saat itu Ditjen Minerba menyatakan untuk tahun 2022 setoran PNBP baru mencapai triliun Rp158 triliun, akhirnya berhasil direalisasikan menjadi Rp183,35 triliun.
Yusri juga menduga kewenangan Ditjen Minerba, dalam memberikan rekomendasi alokasi ekspor kepada setiap penambang, juga membuka peluang adanya ‘permainan’ agar mendapatkan rekomendasi Ditjen Minerba. Karena, tanpa rekomendasi tersebut, maka pelaku pertambangan tidak akan mendapatkan izin ekspor, yang diterbitkan oleh Ditjen Perdangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.
“Kewenangan itu, meliputi pembinaan dan pengawasan serta penertiban, dimulai sejak dari penerbitan dan peningkatan serta rekomendasi pencabutan status perizinan usaha tambang berlangsung,” ucapnya.
Mengingat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPTAK mengungkapkan pada media (21/1/2023), bahwa ada lebih dari Rp1 triliun dana hasil penambang ilegal yang mengalir ke partai politik, Yusri menyatakan, seharusnya data ini bisa digunakan KPK untuk membuka kotak pandora di Ditjen Minerba.
“Sekarang bola ada di KPK. Publik hanya menunggu apa langkah selanjutnya dari pimpinan KPK. Apakah cukup mengungkap kasus tukin saja yang disidik atau mau bergerak ke hulu untuk mengungkap big fish seperti harapan Dewas KPK, rakyat monitor,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa