PADA tanggal 15-16 Februari 2016 kesepuluh kepala negara dari Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) dan kepala negara Amerika Serikat (AS) berkumpul di Sunnylands, California menghadiri “US-ASEAN Special Leaders’ Summitâ€.
Melalui kemitraan strategis ini, para kepala negara ini menunjukkan komitmen kerjasama mereka melalui Sunnylands Declaration (Deklarasi Sunnylands) yang memuat 17 butir komitmen, termasuk di dalamnya komitmen terhadap hak asasi manusia dan kebebasan sipil. Menyikapi hal itu, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menyoroti butir empat deklarasi yang berisi: “Komitmen kami untuk menjamin kesempatan kepada semua orang, melalui penguatan demokrasi, pemerintahan yang baik dan kepatuhan terhadap ketentuan hukum, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan fundamental, mendorong promosi toleransi dan moderasi, dan perlindungan lingkungan hidup.â€
ELSAM menilai bahwa komitmen ini hanyalah bersifat retorik belaka, sepanjang tidak diikuti dengan langkah nyata dari negara-negara anggota ASEAN untuk memperbaiki kondisi HAM di kawasan. Hingga saat ini saja, tercatat masih terdapat sejumlah negara, seperti Laos, Kamboja dan Vietnam yang masih menunjukkan jati dirinya sebagai negara yang otoriter dan jelas bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.
Sementara itu dari aspek pemajuan dan perlindungan HAM dan kebebasan fundamental, nyatanya hal ini tidak diikuti dengan penguatan mandat terhadap ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR). Khususnya kewenangan AICHR untuk dapat menerima permohonan komplain terhadap dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Asia Tenggara.
Selain juga masalah masih lemahnya partisipasi gerakan masyarakat sipil (CSOs) untuk penguatan HAM di Laos, Kamboja, Singapura dan Brunei Darussalam. Tidak hanya itu, masih eksisnya praktik hukuman mati di sejumlah negara-negara di ASEAN, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam kembali menegasi komitmen perlindungan HAM itu sendiri.
ELSAM juga mempertanyakan komitmen negara-negara ASEAN atas komitmennya untuk mendorong toleransi. Praktik di Malaysia yang melarang penggunaan kata “Allah†untuk penganut agama lain; kemudian masih terjadinya kekerasan komunal antara ekstrimis Budha dengan penganut Muslim, utamanya Rohingya, di Myanmar; intimidasi dan diskriminasi terhadap penganut Ahmadiyah di Indonesia; hingga pelarangan perayaan hari Natal oleh Sultan Brunei Darussalam menunjukkan hal sebaliknya. Masih tingginya praktik intoleran antar umat beragama seperti ini justru bertentangan dengan komitmen yang telah disepakati.
Selain itu, ELSAM menyoroti komitmen yang tertuang dalam butir sepuluh yang berbunyi: “Mendorong secara kuat penyelesaian permasalahan global, seperti terorisme dan ekstrimis kekerasan, perdagangan manusia, perdagangan narkotika, dan penangkapan ikan secara ilegal, tidak terdaftar dan tidak diatur, serta perdagangan gelap satwa liar dan kayu.â€
ELSAM mengapresiasi gagasan Presiden Joko Widodo yang pada pertemuan di Sunnylands ini menyampaikan narasi kampanyenya berjudul “Inisiatif Digital Indonesia: Memberdayakan Pemimpin Damaiâ€. Inisiatif ini menekankan pentingnya media soial untuk merespon gerakan terorisme dan radikalisme. Dengan adanya dukungan besar dari AS untuk mengentaskan pergerakan terorisme di Asia Tenggara, diharapkan komitmen ini dapat memperkuat kerja sama di antara kedua belah pihak ke depannya.
Sementara itu dalam aspek perdagangan manusia, hal ini masih tetap menjadi masalah yang terus menjerat negara-negara anggota ASEAN. Indonesia, Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam contohnya, praktik perdagangan buruh migran ilegal masih terjadi. Begitupula di Malaysia, Filipina dan Thailand yang memperlihatkan masih besarnya kasus perdagangan seks. Hal ini memerlukan upaya yang cukup besar dan nyata bagi pemimpin negara-negara di Asia Tenggara dalam mengatasi hal tersebut dengan melibatkan semua pihak, termasuk CSOs.
ELSAM juga menyoroti komitmen dalam butir dua belas yang menyatakan: “Komitmen bersama untuk mempromosikan keamanan dan stabilitas di dunia maya sesuai dengan norma-norma perilaku negara yang bertanggung jawab.â€
Menurut ELSAM, dalam pelaksanaan komitmen butir ini harus sepenuhnya sejalan dengan deklarasi butir empat untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia, guna menghindari ketegangan antara kebutuhan keamanan dan hak asasi manusia. Artinya dalam memastikan keamanan dan stabilitas dunia maya musti sepenuhnya mengacu pada prinsip-prinsip kebebasan berekspresi dan hak atas privasi. Dengan alasan keamanan tidak kemudian dibenarkan untuk mengenyampingkan pelaksanaan hak kebebasan ekspresi, atau melakukan intervensi terhadap privasi secara semena-mena, baik dalam bentuk surveillance maupun kontrol atas data.
Tegasnya, dengan lahirnya Deklarasi Sunnylands ini, ELSAM berharap agar komitmen promosi dan perlindungan HAM yang telah dijamin di dalamnya, dapat menjadi acuan untuk perbaikan kondisi penegakan HAM ke depan. Termasuk dengan menyelesaikan segala macam bentuk pelanggaran HAM yang telah dan terus terjadi di kawasan Asia Tenggara, dan tidak sekedar menjadi suatu hal yang bersifat retorik semata.
Oleh Wahyudi Djafar, Deputi Direktur PSDHAM ELSAM
(Foto: Detik.com)