KedaiPena.Com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) menjadi Undang-Undang (UU).
Revisi tersebut, mengubah Minerba 83 pasal salah satunya ialah pasal 169A yang menjamin perpanjangan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanpa pelelangan.
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengecam perubahan pasal tersebut. Menurut GMNI pasal ini hanya menguntungkan perusahaan tambang swasta raksasa yang selama ini menguasai pertambangan batu bara Indonesia.
“Kami mengecam keras DPR yang tetap meloloskan klausul tersebut, karena hanya menguntungkan para taipan yang puluhan tahun menguasai batu bara Indonesia,” tegas Ketua Umum DPP GMNI Imanuel Cahyadi kepada awak media, ditulis, Kamis, (14/5/2020).
Imanuel menyatakan, sebagaimana yang pernah diungkapkan sebelumnya oleh DPP GMNI, bahwa pasal ‘selundupan’ dalam RUU Minerba itu sangat kental dengan kepentingan perpanjangan izin operasi perusahaan-perusahaan PKP2B yang kontraknya akan berakhir pada tahun ini hingga 2025.
Dalam catatan GMNI, ada 7 PKP2B generasi I ‘penguasa’ 70 persen produksi nasional, yang akan habis kontraknya, yaitu PT Arutmin Indonesia (2020), PT Kendilo Coal Indonesia (2021), PT Kaltim Prima Coal (2021), PT Adaro Energy Tbk (2022), PT Multi Harapan Utama (2022), PT Kideco Jaya Agung (2023), dan PT Berau Coal (2025).
Selain Pasal 169A, GMNI juga menyoroti pasal lainnya yang menguntungkan para pemegang PKP2B tersebut, yakni Pasal 169B. Dalam pasal tersebut, diatur bahwa pemegang PKP2B dapat meminta perpanjangan 5 tahun sebelum kontraknya berakhir.
Padahal dalam regulasi turunan UU Minerba sebelumnya (UU No.4/2009), yakni Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, perpanjangan PKP2B baru dapat diberikan paling cepat 2 tahun sebelum berakhirnya kontrak.
“Jadi para pemegang PKP2B ini, yang notabene semuanya swasta, diberikan keistimewaan ganda dalam UU Minerba hasil revisi,” ujar Imanuel.
Berbeda dengan PKP2B swasta, lanjut Imanuel, peranan perusahaan tambang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tampak diabaikan dalam UU Minerba yang baru ini.
Padahal sejatinya, kata dia, sejatinya BUMN lah yang menjadi representasi negara dalam penguasaan kekayaan alam guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sesuai amanat konstitusi Republik Indonesia (UUD 1945).
Pasal 33 UUD 1945 secara gamblang mengamanatkan sebagai berikut: ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan, ayat (2); Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, ayat (3) ; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ayat (4), Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, dan ayat (5); Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
“Kami (GMNI) berpandangan teguh, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945, jika jangka waktu kontrak pertambangan KK dan PKP2B telah selesai, maka seharusnya wilayah pertambangan yang diusahakan tersebut kembali kepada negara/pemerintah, untuk kemudian diserahkan kepada BUMN guna dikelola bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tegas Imanuel.
Maka, lanjut Imanuel, disahkannya RUU Minerba menjadi UU oleh DPR, hanya melanggengkan dominasi segelintir taipan dalam industri pertambangan nasional. Hal itu bermakna, semakin kokohnya penguasaan sektor pertambangan oleh oligarki.
Lebih dari itu, lahirnya UU Minerba yang baru juga bisa dikatakan pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Sebab, melanggengkan dominasi taipan swasta di sektor pertambangan, merupakan pelanggaran mencolok terhadap Pasal 33 UUD 1945.
“Karena itu, DPP GMNI menyerukan pada semua pihak yang ingin menjaga konstitusi RI, untuk terus melanjutkan perjuangan di segala lini menolak keberlanjutan dominasi oligarki di sektor pertambangan melalui UU Minerba hasil revisi. Termasuk menempuh langkah gugatan terhadap UU Minerba yang baru ke Mahkamah Konstitusi. Mari kita jaga UUD 1945 dari segala bentuk pengkhianatan!,” tegas Imanuel.
Laporan: Sulistyawan