KedaiPena.com – Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara akhirnya menjemput korban pemasungan yang berada di Desa Aek Bontar, Kecamatan Tukka, Rabu (19/4).
Mikdin Sihombing (30), salah satu korban pemasungan dibawa ke Rumah Sakit Umum Pandan jalan SM. Raja, untuk mendapatkan perawatan dan penanganan medis.
“Disimpulkan tadi, dia (Mikdin) ini butuh diperiksa dan dia mau. Kasih merokok mau, kasih makan dia makan,” terang Kadis Sosnaker Tapteng Samosir Pasaribu kepada wartawan.
Menurut Samosir, Mikdin akan mendapatkan penanganan medis yang intensif sembari menunggu dokter kejiwaan pekan ini.
“Jumat ini dokter kejiwaan akan datang, kalau nantinya ada perkembangan dan dia butuh ke Medan, kita akan fasilitasi. Bagaimanapun dia ini kan manusia,” ujar Samosir.
Sementara itu, Samosir menuturkan, terkait biaya perobatan serta biaya kebutuhan orang tua Mikdin pihaknya akan bertanggung jawab.
“Jadi sudah kita bantu. Nanti pulang akan kita antar. Kalau ini kan sebenarnya kesempatan dari ibu untuk menjaga dia sangat terbatas, dia kan tidak ada orang tuanya laki-laki,” kata Samosir.
Sementara itu, Marito Panggabean (30), perempuan warga penduduk yang sama yang diketahui juga dirantai, Samosir mengungkapkan juga telah ditangani. Samosir mengklaim, Marito hanya depresi dan stress dan tak dibawa ke Rumah Sakit Pandan.
“Yang satu (Marito-red) kita asih obat saja tadi, depresi. Memang dia depresi,†katanya.
Ketua DPRD Tapteng Bakhtiar Ahmad Sibarani yang juga ikut mengunjungi Mikdin mengaku mengapresiasi penanganan yang dilakukan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah. pun, kepada para bidan yang telah menangani dan memberikan informasi terkait keberadaan korban pemasungan itu.
Bakhtiar meminta agar jika ditemukan informasi-informasi persoalan kesehatan di daerah itu agar segera diteruskan ke instansi terkait agar mendapatkan penanganan segera.
“Mohon informasi kalau ada yang seperti ini lagi, agar ini ditangani. Alhamdulillah sudah dilaksanakan. Kalau ini sembuh, agar korban tetap dikawal sampai penyembuhan,” katanya.
Terpisah, Resmi br Aritonang (60), ibu dari Mikdin mengaku sangat mengharapkan kesembuhan bagi anaknya itu.
“Sonang do roha pak (Senang hati pak), malum ma nian (sehat lah mudah-mudahan). Unang tu ginjang be (Jangan naik ke atas) (Aek Bontar-red). malum dison ma nian (sembuh disinilah), na susah doau, au do sude (saya orang susah. Saya nya semua),” ujar Resmi terbata-bata menggunakan logat bahasa Batak.
Sembari terisak mengenang nasib anaknya, Resmi mengaku, persoalan ekonomi memang menjadi alasan kuat dirinya tak membawa Mikdin untuk mendapatkan perobatan dan penanganan medis.
“anggo au, naeng hian do rohakku malum amang (Kalau aku kepingin sekali bisa sembuh pak), ale on ma, bereng hamu ma, marsugi doau (tapi inilah, kalian lihatlah aku makan tembakaunya aku),” kata Resmi.
(Dom)