KedaiPena.Com- Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta, agar amandemen Undang-Undang Dasar atau UUD tidak dilakukan pasca pelaksanaan pemilu tahun 2024. Din Syamsuddin juga menyarankan, agar sebaiknya amandemen UUD dapat dikembalikan kepada yang asli di tahun 2024.
Hal itu disampaikan Din menanggapi pidato Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta amandemen Undang-Undang Dasar UUD dilakukan pasca Pemilu 2024. Jokowi menanggapi pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang menyampaikan pentingnya amandemen konstitusi dan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam Peringatan Hari Konstitusi.
“Jalan tengah yang paling aman untuk itu adalah Kembali Ke UUD 1945 yang asli. Jangan tunda lagi, apalagi setelah Pemilu, karena Pemilu itu hanya akan memunculkan kepemimpinan nasional yang membawa bangsa dan negara dalam lingkaran setan kerusakan,” tegas Din dalam keterangan tertulis, Sabtu,(19/8/2023).
Din mengingatkan bahwa amandemen konstitusi mesti dilakukan lantaran saat ini UUD 1945 telah berubah menjadi UUD tahun 2002 Din mengatakan, amandemen UUD di tahun 2002 telah menghilangkan ruh Konstitusi Negara yang disepakati para pendiri negara pada 18 Agustus 1945.
“Walaupun Pembukaan tidak diubah tapi pasal-pasal jantung berubah. Inilah pangkal penyebab kehidupan berbangsa dan bernegara mengalami deviasi, distorsi, dan disorientasi dari jiwa, semangat, dan nilai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan dari Pancasila yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945,” tegas Din.
Din melanjutkan bahwa dampak dari amandemen UUD di tahun 2002 telah membuat negara terkhusus dibidang
politik dan ekonomi menyimpang jauh dari amanat kemanusiaan, persatuan, dan keadilan yang terkandung dalam Pancasila. Bahkan, kata Din, sistem yang ada saat ini hanya menguntungkan segelintir orang dan memunculkan kesenjangan dan ketakadilan.
“Yang pada gilirannya akan menggoyahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa,” papar Din.
Din mengakui dampak dari amandemen tahun 2002 telah melahirkan kaum oligarki yang minoritas mampu menguasai mayoritas aset nasional. Parahnya, lanjut Din, para oligarki itu telah mendikte kehidupan politik dengan melahirkan pemimpin yang tidak lagi mengabdi bagi kepentingan rakyat.
“Terjadi lingkaran setan kekuasaan yang hanya berkuasa untuk kekuasaan, dan cenderung melanggengkan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara,” jelas Din.
Dengan demikian, tegas Din, sistem ekonomi dan politik yang termaktub dalam produk UUD Tahun 2002 itulah telah melahirkan para elit politik bersifat kleptokratis atau menggunakan jabatan untuk memperkaya diri.
“Para pejabat yang cenderung menggunakan jabatan utk memperkaya diri. Mereka sejatinya adalah penguasa-pengusaha,” pungkas Din.
Laporan: Tim Kedai Pena