KedaiPena.Com- Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya tidak diam dan harus menegur Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang melanggar etika politik dengan melakukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait kepengurusan Partai Demokrat. Permintaan itu disampaikan langsung oleh Guru Besar Politik Islam FISIP UIN Jakarta M. Din Syamsuddin.
“Kalau tetap didiamkan maka akan mudah dituduh Presiden ikut bermain dan cawe-cawe negatif dan dekonstruktif. Cukup luas dugaan bahwa semuanya itu adalah bagian dari upaya menjegal Partai Demokrat agar tidak qualified mengusung atau mendukung pencalonan Anies Baswedan sebagai calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan,” kata Din sapaan karibnya dalam keterangan tertulis, Rabu,(7/6/2023).
Din mengatakan, bahwa tindakan menjegal Partai Demokrat dapat dimaknai sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Din pun memastikan,
perilaku tersebut akan mendapatkan penolakan dari rakyat yang cinta kejujuran dan keadilan.
“Sebaiknya Moeldoko mundur dari ambisinya, dan Presiden Joko Widodo harus menegurnya, bukan diam tanda setuju,” tegas Din.
Bukan tanpa alasan Din menyampaikan permintaan tersebut kepada Presiden Jokowi. Din menekankan, PK Moeldoko atas kasus klaim kepemimpinan Partai Demokrat patut dinilai sebagai upaya merusak demokrasi Indonesia.
“Bagaimana tidak, seseorang yang bukan anggota partai dan tidak memiliki kartu anggota yang sah dapat merebut keketuaan partai, dan setelah dinyatakan salah oleh pengadilan masih mengajukan PK ke Mahkamah Agung,” imbuh Din.
Din menambahkan, PK yang diajukan oleh Moeldoko dan gerombolanya juga tidak berdasarkan novum atau bukti baru. Hal ini dapat dinilai dari sudut etika politik sebagai pembajakan demokrasi yaitu seseorang melalui rekayasa permusyawaratan merebut kepemimpinan partai.
“Dan setelah dinyatakan kalah oleh pengadilan masih ngotot mengajukan PK tanpa bukti baru yang meyakinkan,” jelas dia.
Din pun menduga terdapat keyakinan bahwa MA akan mengabulkannya PK dari Moeldoko beserta gerombolanya. Hal ini, kata dia mengingat posisinya yang strategis di lingkungan Istana Presiden yaitu sebagai Kepala Staf Presiden.
“Namun publik meyakini bahwa para hakim yang berkomitmen kepada kebenaran dan kejujuran di MA tidak akan mengabulkannya,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena