KedaiPena.Com – Presiden Joko Widodo akhir-akhir ini memilih diksi ‘nyeleneh’ dalam komunikasi publik. Sebut saja genderuwo yang dia pakai untuk mengkritik para politikus tanah air yang menurutnya hanya menakuti rakyat.
Hal ini disampaikan Jokowi saat membagikan sertifikat tanah di Tegal, Jawa Tengah. Jokowi menyebut, saat ini banyak politikus yang banyak mempengaruhi tapi tak beretika. Sebelumnya, Jokowi juga menggunakan diksi sontoloyo.
Hal ini memunculkan dugaan kalau ada adviser yang mengusulkan tindakan yang tak biasa dilakukan Jokowi. Sebab, selama ini jarang Jokowi melakukan hal tersebut.
Tokoh nasional Rizal Ramli salah satu yang curiga. Lumrah, karena kedekatan secara personal keduanya dan hubungan masa lalu Jokowi-Rizal di Kabinet Kerja.
“Siapa ya ‘adviser’ (konsultan) Mas Jokowi sehingga pakai kata-kata itu?,” kata Rizal dalam cuitan di Twitter, Minggu (11/11/2018).
“Setahu saya Mas Jokowi santun dan hati-hati,” sambung dia.
Sementara, Igor Dirgantara, Direktur SPIN (Survey & Polling Indonesia) menilai diksi politik sontoloyo dan politik genderuwo jelas ditujukan kepada pihak oposisi, yaitu kubu Prabowo-Sandi.
Genderuwo itu bertendensi seram dan menakutkan. Kubu Prabowo-Sandi sering memakai istilah “Make Indonesia Great Again”, atau istilah “tempe setipis ATM”.
Padahal mungkin menurut Jokowi, kenyataannya tidaklah seperti itu. Pihak Jokowi melihat diksi kubu oposisi itu hanya”menakut-nakuti”.
“Saya menduga ada sosok di belakang Jokowi yang saat ini dengan sengaja menjadikan sang petahana lebih garang dengan pemakaian diksi-diksi kontroversial, seperti sontoloyo atau genderuwo ini,” papar dia.
“Kenapa? karena strategi pencitraan yang menjadi kekuatan utama Jokowi sudah tidak efektif lagi, seperti blusukan ke sawah atau masuk gorong-gorong. Pencitraan yang berlebihan sekarang menjadi bumerang dan kontraproduktif bagi petahana,” sambungnya.
Jadi, lanjut Igor, hal ini memang seperti jurus kampenye baru untuk meraih simpati pemilih mengambang (undecided voters dan swing voters), sekaligus merekatkan stong votersnya.
Efektifkah? Ia mengungkapkan, faktanya, memang ada persoalan ekonomi yang dirasakan rakyat sekarang ini. Menurunnya daya beli masyarakat, minimnya lapangan kerja, dan lain-lain.
Dan jangan lupa, masyarakat Indonesia pada dasarnya memang senang cerita hantu atau setan yang menakutkan. Beberapa produksi film nasional mencapai puncaknya pada produksi film bernuansa horor.
“Semakin seram, semakin laris ditonton. A glimpse into the world proves that horror is nothing other than reality, kata Alfred Hitchcock,” tandas Igor.
Laporan: Ranny Supusepa