KedaiPena.Com – Tokoh Nasional Rizal Ramli menilai, Indonesia tidak menganut sama sekali sistem presidential sekalipun dalam proses pemilihannya menerapkan syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Hal tersebut disampaikan oleh RR sapaannya dalam sidang perdana gugatan terkait penghapusan ambang batas syarat pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen di Mahkamah Konstitusi (MK) secara virtual, Senin, (21/9/2020).
“Sistem kita ini presidential tapi dalam kenyataan dan prakteknya (presiden) ketika menunjuk menteri selalu saja dagang sapi (dengan parpol). Ini bukan presidential, mohon maaf saja pak Hakim, ini parlementer,” tegas RR.
RR sendiri memiliki alasan yang jelas mengatakan hal tersebut. Hal ini mengacu percakapan dirinya dengan mantan perdana menteri Singapura Lee Kuan Yew.
Kejadian itu terjadi saat Lee datang untuk kali terakhir ke Indonesia dan mengundang Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu makan malam.
Lee saat itu bertanya soal sistem pemerintahan yang dipakai oleh Indonesia. Dengan tegas, kata RR, dirinya menjawab bahwa sistem pemerintahan Indonesia ialah presidential.
“Seketika dia menyalahkan jawaban saya. Dia menyebut bahwa Indonesia menganut sistem parlementer. Alasannya karena memilih DPR dulu baru presiden,” beber RR.
RR mengaku saat itu Lee mengusulkan agar jika Indonesia ingin mencontoh sistem presidential yang baik maka sebaiknya mengikuti model Amerika atau Prancis.
“Saya tidak sadar nasehatnya itu saya baru sadar ketika ada pemilihan Presiden terakhir di Prancis. Ada dua partai besar satu di kiri dan kanan dua-duanya melupakan rakyat. Dan nongolah calon presiden baru namanya Macron, dia bikin partai baru dengan modal anggota grup Facebook doank, 300 ribu (anggota),” tegas RR.
“Baru kemudian tiga bulan kemudian pemilihan DPR dan kebanyakan orang-orang hebat gabung ke partai gurem Macron. Akhirnya menang 65 persen di DPR sehingga dia tidak perlu dagang sapi dengan partai ini,” sambung RR.
Di hadapan para hakim MK yang terhormat, RR menegaskan, jika memang sistem yang digunakan adalah presidential maka seorang Presiden harus kuat dalam memimpin.
“Tidak perlu dagang sapi dengan partai- partai pendukung karena dia dapat mandat dari rakyat seperti kasus Macron (di Prancis),” tandas RR.
Laporan: Muhammad Hafidh