KedaiPena.Com – Bocor atau dijualnya data kependudukan dalam e-KTP pernah dikhawatirkan oleh Deddy Syafwan, pakar teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Ternyata anggaran senilai Rp6 triliun dalam proyek e-KTP tersebut tidak menyentuh pembangunan server di dalam negeri. Tetapi konon katanya menyewa server punya negara lain.
Sejumlah ahli teknologi informasi mengatakan, jika server e-KTP disewa dan diletakkan di luar negeri, maka sama saja dengan menjual data sensitif kependudukan yang dimanfaatkan negara lain untuk kegiatan spionase dan penguasaan ekonomi dan politik bangsa kita.
“Dengan bocornya data kependudukan baik data-data pribadi dan biometrik (golongan darah, sidik jari dan retina mata) penduduk Indonesia, maka dapat dibayangkan betapa republik ini akan menjadi sasaran empuk bagi predator global, baik korporasi maupun  negara-negara asing,” kata Haris Rusly, Kepala Pusat Pengkajian Nusantara Pasifik (PPNP) dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com ditulis Rabu (15/3).
Karena itu, sambungnya, sangat tepat pendapat Dedy Syafwan yang dilontarkan pada tahun 2014 bahwa skandal e-KTP adalah kejahatan yang sangat serius, yang membahayakan pertahanan dan keamanan negara. Karena diduga telah dijual atau bocornya rahasia negara ke tangan negara asing atau korporasi yang berkeinginan menguasai Indonesia
“Dari sudut pandang kejahatan korupsi, sudah sangat jelas kerugian negara dari kejahatan e-KTP tersebut bahkan melebihi skandal Century yang hingga saat ini belum juga kelar,” tambah dia.
Karena itu, sebagai warga negara, Haris mendesak pemerintahan Joko Widodo khususnya Kemendagri, Kemenkominfo dan Badan Intelijen Negara (BIN), untuk menyampaikan klarifikasi terkait bocornya kerahasiaan data pribadi dan biometrik (sidik jari dan retina mata) yang telah  direkam melalui proyek e-KTP.
“Kami juga mendesak kepada Pemerintah untuk mengklarifikasi penyewaan server e-KTP di luar negeri yang berpotensi membocorkan rahasia negara,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh