KedaiPena.com – Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, bela negara kerap kali diartikan sebagai tindakan heroik atau militeristik. Namun, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Prof. Dr. Fauzan, M.Pd, menegaskan bahwa bela negara juga ada di tengah kehidupan kita sehari-hari seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Hal tersebut disampaikan Prof Fauzan dalam Webinar SEVIMA di Hari Bela Negara, Kamis (19/12/2024). Kepada ribuan mahasiswa peserta Webinar, Prof Fauzan mengajak mahasiswa memaknai bela negara adalah komitmen dan tanggung jawab terhadap kehidupan seseorang sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
“Bela negara harus dilakukan mulai dari hal-hal paling sederhana, yaitu berkomitmen, bertanggung jawab, selalu bekerja keras dalam belajar dan berkarir, serta terus meneladani bahwa kita ini adalah bagian dari sistem kenegaraan, bagian dari masyarakat Indonesia, dan bagian dari masyarakat global!,” kata Prof Fauzan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/12/2024).
Untuk meneladani Ki Hajar Dewantara, Prof. Fauzan menekankan tiga nilai penting. Yaitu menerapkan bela negara di keluarga, sekolah, dan masyarakat.
“Teladan pertama yang bisa diambil adalah tanamkan bela negara mulai dari keluarga. Selama ini, masyarakat menganggap pendidikan hanya pada jalur formal yakni sekolah. Padahal pendidikan dalam keluarga memegang peran fundamental dalam pembentukan karakter anak. Oleh karena itu, semangat bela negara juga harus ada dalam kehidupan sehari-hari di dalam keluarga. Mulai dari rasa cinta tanah air dan menggunakan produk dalam negeri,” ujarnya.
Mahasiswa yang posisinya sebagai anggota keluarga yang sudah dewasa, lanjutnya, juga harus mampu menjadi teladan yang baik karena menjadi contoh bagi adik-adiknya.
“Di keluarga, gurunya adalah orang tua dan kakak yang lebih tua. Karakter anak banyak dibentuk dari kebiasaan dan komitmen sehari-hari. Jika peran ketokohan dalam keluarga hilang, anak bisa kehilangan arah dan mencari idola di luar lingkungan yang seharusnya,” ungkap penggagas Program Profesor Penggerak Pembangunan Masyarakat (P3M) itu.
Teladan kedua adalah mempertebal jiwa bela negara di sekolah dan kampus. Kendati sebagai jalur pendidikan formal dan identik dengan tempat belajar ilmu maupun teknologi, sekolah dan kampus juga menjadi kawah candradimuka pendidikan karakter. Karakter seperti kedisiplinan, kewarganegaraan, pancasila, didapatkan para mahasiswa ketika belajar di kelas.
Prof. Fauzan berharap ilmu dan karakter bela negara tersebut tidak hanya dihafalkan untuk syarat ujian maupun wisuda. Tapi juga diamalkan, utamanya ketika mahasiswa tersebut nantinya lulus dan menjadi tokoh di masyarakat.
“Mahasiswa sebagai orang berpendidikan harus melepaskan segalanya dan mengidentifikasi sebagai tokoh yang bisa dicontoh. Bela Negara jangan hanya dipelajari supaya naik kelas, lulus, dan ada ujian. Tapi untuk mempertebal karakter dalam diri, meningkatkan kadar ketokohannya,” pesan Fauzan.
Teladan ketiga, menerapkan jiwa bela negara di masyarakat. Digitalisasi dan teknologi kini telah menjadi bagian hidup masyarakat. Tak terkecuali bagi para mahasiswa. Menyikapi kondisi ini, Fauzan memandang bahwa digitalisasi jangan dituduh menggerus rasa cinta tanah air, tapi justru momentum untuk memperkuat jiwa bela negara.
Bela negara bisa diterapkan di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai cara. Mulai dari mengenalkan budaya nusantara via media sosial, sampai rutin bergotong royong dan menerapkan pengabdian kepada masyarakat.
Diaspora dan mahasiswa yang kuliah di luar negeri, juga diharapkan Fauzan terus merajut hubungan dengan Indonesia. Bahkan jika mampu mengenalkan budaya dan bahasa Indonesia di luar negeri.
“Lembaga pendidikan dan mahasiswa, masih jadi representasi dan rujukan di masyarakat. Ketika mahasiswa bicara, termasuk di media sosial, itu yang mendengarkan luar biasa. Jadi jangan lupa terapkan, prioritaskan, dan terus suarakan bela negara. Karena bela negara adalah bagaimana kita merawat Indonesia!,” pungkas Fauzan.
Laporan: Ranny Supusepa