KedaiPena.Com - GNPF MUI melakukan pertemuan tertutup dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara (25/6). Didampingi Menko Polhukam Wiranto, Mensesneg Pratikno dan Menag Lukman Hakim Saifuddin pertemuan ini merupakan kelanjutan pertemuan sebelumnya antara GNPF MUI dengan Pemerintah yang diwakili Menkopolhukam Wiranto dan Wapres Jusuf Kalla.
KH Bachtiar Nasir dari GNPF MUI mengakui, pertemuan Tim  GNPF MUI dengan Presiden RI Joko Widodo menyikapi berbagai persoalan terutama ketidakjelasan soal hukum yang menimpa ulama dan aktivis Islam. Seperti, kasus Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Ust Muhammad Alkhattath dan juga  kasus yang menimpa Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab.
“Kami menginginkan Habib Rizieq kembali ke Indonesia, dengan damai tanpa pemaksaan yang akan semakin menambah kegaduhan di tengah umat dan ini akan menghabiskan energi yang tidak produktif. Lalu kami bertemu Menko Polhukkam, yang siap menjadi saluran aspirasi GNPF karena selama ini GNPF tidak punya saluran aspirasi yang jelas, semua menggantung,” kata dia dalam siaran pers yang diterima KedaiPena.Com, Rabu (28/6).
Dijelaskan dia, pada momentum Idul Fitri, Menag yang memang ditugaskan oleh Presiden sebagai penggerak halal bihalal membuka saluran komunikasi dengam presiden untuk mempertemukan GNPF. Maka tidak ada jalan tepat bagi GNPF kecuali memanfaatkan momentum tersebut dan berkomunikasi langsung dengan Presiden Jokowi.
“Jadi hakikatnya pertemuan tersebut menyangkut kepentingan kedua belah pihak, bukan semata-mata kepentingan sepihak GNPF yang meminta bertemu, karena ini masalah hukum dan kebangsaan serta ini juga menyangkut negara,” kata alumni Pondok Pesantren Gontor ini.
“Dan tentu Presiden adalah simbol negara yang harus dihormati, karena itu kami berterima kasih bahwa Presiden telah menerima kami pada kesempatan berharga itu untuk berkomunikasi langsung dan menerima aspirasi kami,” sambung dia.
Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI juga menyampaikan, dari sisi hukum ada kesan bahwa hukum yang diterapkan selama ini terasa tajam kepada umat Islam. Ada beberapa hal yang umat Islam merasa bahwa penegakan hukum yang berjalan saat ini menunjukkan ketidakjelasan.
“Kami juga sampaikan bahwa ada pemahaman di kalangan umat Islam bahwa terjadi ketidakadilan ekonomi, ketidakadilan hukum, sampai keberpihakan kepada pemodal. Ini kami sampaikan. Kemudian juga soal kebuntuan komunikasi yang selama ini ternyata ada pihak yang seakan-akan membatasi komunikasi kami dengan kepala negara. Ini sudah kami sampaikan,” beber dia.
Laporan: Muhammad Hafidh