KedaiPena.Com – Menikah merupakan momen sakral yang tentunya setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi berbeda sesuai adat istiadat masing-masing.
Dari Sabang sampai Marauke memiliki, tradisi unik dan berbeda-beda baik dari proses lamaran hingga berlangsungnya pernikahan.
Seperti proses pernikahan di Suku Baduy dalam yang dimana, di daerah tersebut setiap kepala keluarga saling menjodohkan anaknya satu sama lain.
Awalnya, para orang tua memperkenalkan masing-masing anaknya. Nah yang dikenalkan biasanya saudara sepupu atau saudara jauh lainnya.
Pardi salah satu kepala keluarga Desa Cibeo, Baduy Dalam mengatakan bahwa proses lamaran adat dilakukan sebanyak tiga tahap.
Pardi mengungkapkan tahap pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro atau Wakil Kepala Adat dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya.
Untuk tahap kedua, ungkap Pardi, selanjutnya juga akan membawa sirih, pinang, dan gambir. Tapi, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawin.
“Tahap ketiga, mempersiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak perempuan,” ungkap Pardi.
Pardi menegaskan ketiga tahap tersebut dilakukan dalam kurun waktu setahun. Sesudah nikah, pesta pun dilakukan dilakukan tiga hari tiga malam.
“Pelaksanaan akad nikah dan resepsi dilakukan di Balai Adat dihadiri para sesepuh, masyarakat, dan dipimpin langsung oleh Pu’un untuk sahkan pernikahan tersebut,” jelas Pardi.
Saat KedaiPena.Com mampir ke daerah itu, belum lama ini, pun terjadi pernikahan antar dua orang Baduy. Aktivitas warga begitu ramai sejak gelap. Mereka menyiapkan makanan untuk acara tersebut.
Di hari kedua, pesta dilakukan dengan memotong ayam. Jumlahnya begitu banyak, sekira puluhan. Ayam itu dipotong di lumbung dekat pintu masuk kampung.
Ayam-ayam itu ada yang berasal dari mempelai, ada pula dari sejawat, baik orang Baduy Luar ataupun Baduy Dalam.
Untuk diketahui, ayam memiliki posisi penting dalam kehidupan masyarakat Baduy. Layaknya Babi bagi orang Papua atau Sapi untuk orang Madura.
Sayang, kami tidak bisa mendokumentasikan pesta tersebut, lantaran memang dilarang secara adat.
Setelah pernikahan, kedua pengantin tidak boleh langsung tinggal seatap, harus ada persetujuan dari masing-masing keluarga.
Begitu pula dengan pembuatan rumah atau penentuan ladang untuk bercocok tanam, sebagai lahan pencarian pasangan pengantin baru tersebut.
Informasi lain yang dihimpun menyebutkan, laki-laki atau perempuan Baduy masih bisa menikah dengan orang luar, tetapi pasangan mereka harus memilih, tetap di Baduy Dalam atau harus ke luar.
Tentu, penetapannya harus melalui musyawarah mufakat dengan kepala adat.
Tidak mengenal Perceraian atau Poligami
Masyarakat Baduy tidak mengenal perceraian dalam bahtera rumah tangga.
“Satu seumur hidup,” ujar Pardi.
Pardi menegaskan bahwa masyarakat Baduy akan menikah lagi ketika memang dipisahkan oleh ajal atau maut.
“Sampai ajal menjemput,” tandas Pardi.
Laporan: Muhammad Hafidh