Artikel ini ditulis oleh Hendrajit, Pengamat Politik.
Kalau menyaksikan pengalaman yang sudah-sudah, saya yakin Dewan Kolonel itu bukan dari PDIP. Itu cuma parodi. Semacam kaca benggala. Bahwa memang ada gerakan Dewan Kolonel itu, tapi bukan di PDIP. Di tempat lain.
Dan PDIP karena memosisikan diri sebagai cermin, maka pesan sentralnya jelas. Dewan Kolonel itu berada di depan kaca. Bukannya di dalam kaca.
Nah siapa yang ada di depan kaca itu? Di sinilah parodi Dewan Kolonel ini jadi menarik.
Meski saya tahu betul Mega dan para kader PDIP pada umumnya berupaya menjagokan capres andalannya menang pada pilpres 2024, namun mengusung Puan adalah hal terakhir yang masuk pertimbangan mereka. Tak terkecuali Mega yang ibu kandungnya.
Secara real politik Mega pun tahu elektabilitas Ganjar lebih tinggi daripada Puan.
Bahwa Mega secara pribadi kurang sreg sama Ganjar tidak serta merta berarti nekad mengusung Puan. Suka atau tidak sama Mega, nekad bukan gaya khas dirinya.
Lantas darimana asalnya bara api bernama Dewan Kolonel? Bisa siapa saja.
Setidaknya, jika sekarang sudah ada yang secara pasti berniat nyapres, siapapun dia, yang tentunya berharap menang, pastinya berdoa dan berihtiar, kalau bisa capres pesaingnya adalah Puan.
Karena kalau lawannya Puan, yakin bakal menang.
[***]