KedaiPena.Com – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta agar pemerintah Indonesia menarik kembali TKA Cina dan membatalkan 500 kedatanganya ke Sulawesi Tenggara (Sultra).
Terlebih desakan sudah silih berganti datang dari mahasiswa dan masyarakat yang sudah melakukan protes terkait masuknya TKA tersebut.
“Di tengah pandemi dan banyak buruh yang kehilangan pekerjaan, mengapa TKA justru diizinkan bekerja di Indonesia? Bukankah akan lebih baik jika pekerjaan tersebut diberikan untuk rakyat kita sendiri,” kata Presiden KSPI Said Iqbal, Minggu, (28/6/2020).
Said Iqbal pun menyesalkan masuknya TKA Cina ke Indonesia di tengah pandemi Covid-19 dan jutaan orang yang kehilangan pekerjaan.
Menurut Said Iqbal, kedatangan TKA tersebut menciderai rasa keadilan pekerja lokal dan rakyat Indonesia. Seharusnya, lapangan pekerjaan yang tersedia diberikan sepenuhnya kepada warga negara Indonesia.
Kalau alasan masuknya ratusan TKA tersebut dibutuhkan keahliannya, Iqbal kurang sependapat. Karena PT Virtue Dragon Nickel Industry sendiri sudah cukup lama ada di Konawe, Sulawesi Tenggara.
“Itu artinya selama ini perusahaan dan pemerintah gagal memenuhi persyaratan bahwa TKA yang bekerja di Indonesia harus tenaga ahli dan melakukan transfer of khowledge dan transfer of job,” tutur Said Iqbal.
Said Iqbal menjelaskan, dalam UU No 13 Tahun 2003 sudah diamanatkan, setiap 1 orang TKA wajib ada pendamping 10 orang pekerja lokal.
Dengan demikian, kata dia, apabila selama ini TKA yang bekerja di sana ada pendamping tenaga kerja lokal dan terjadi transfer pengetahuan, maka pekerjaan yang ada seharusnya sudah bisa dikerjakan tenaga kerja lokal. Sehingga tidak perlu lagi mendatangkan TKA.
“Bagi KSPI, hal itu merupakan pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang mengatur mengenai penggunaan tenaga kerja asing. Pelanggaran yang lain, seharus TKA bisa berbahasa Indonesia. Karena tidak bisa berbahasa Indonesia, hal ini akan menyulitkan dalam berkomunikasi, dalam rangka melakukan transfer of knowledge tadi,” ujarnya.
“Saya tidak yakin lulusan dari UI, ITB, dan kampus-kampus ternama di Indonesia tidak mampu memenuhi skill yang dibutuhkan di sana,” pungkas Said Iqbal.
Laporan: Sulistyawan