KedaiPena.Com – Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai mengungkapkan ada sembilan kegagalan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin sejak dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu.
Menurut Pigai, 100 hari kerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin gagal dalam sektor ekonomi hingga pelanggaran HAM.
“Kegagalan pemerintah Jokowi itu yakni mengenai kebobrokan ekonomi Indonesia. Penduduk miskin di Indonesia masih mencapai 25,14 juta jiwa, 22 juta di antaranya masih masuk ke dalam kategori kelaparan,” kata Pigai dalam keterangannya, ditulis, Minggu, (2/2/2020).
Pigai juga menilai, pengangguran saat ini juga naik signifikan. Berdasarkan data akhir 2019 Badan Pusat Statistik (BPS), pengangguran mencapai 7,05 juta orang.
Selain itu, lanjut Pigai, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga turun peringkat dari 116 dari 108 secara global. Hal itu disebabkan karena kebobrokan pemerintah yang menghabiskan uang rakyat (APBN) selama 5 tahun sebesar Rp11 ribu triliun.
“Lima tahun orang kaya baru sebanyak 17.000/pundi-pundi atau 10 persen/tahun. Lahan di Jawa susut 200 hektar. Industri hanya tumbuh 3 persen, 188 pabrik di Jawa Barat tutup, 68 ribu orang di-PHK (pemutusan hubungan kerja). Pertumbuhan ekonomi akhirnya turun dari 5,07 ke 5,02 persen,” tuturnya.
Pigai menambahkan, jumlah angkatan kerja saat ini masih minim di dalam program CPNS. Dari 4.297.218 pendaftar, pemerintah hanya menyediakan slot penerimaan sebanyak 150.315 orang.
Artinya, 73 persen usia 21-30 alumni/penganggur produk pemerintahan sepanjang periode 2014-2019. Dengan demikian, pengangguran 2019 naik 7,05 juta, menurut BPS.
Kemudian, pria kelahiran Papua itu juga mencatat selama 2015-2019 negara dibebani defisit anggaran hingga Rp1.599,9 triliun. Itu bukan utang, tapi karena pemimpi tidak mampu (‘lack of competence’) membuat rencana dan implementasi APBN.
“Dari utang negara Rp5 ribu triliun, Rp1.599,9 ribu triliun itu defisit alias beban karena kesalahan pemimpin,” ujarnya.
Lebih lanjut, Pigai juga menyoroti penyusunan kabinet Indonesia Maju dan jatah jabatan di perusahaan BUMN. Pigai memandang telah terjadi pelanggengan kekuasaan terhadap segelintir elit. Ia menyebut Jokowi merupakan komprador bahkan bagian dari oligarki politik dan ekonomi.
“Jokowi lebih tunduk pada pemiliki uang dan modal daripada memberi kesempatan bagi rakyat termasuk relawannya untuk berbakti,” tutur dia.
Terkait penegakan hukum, menurut Pigai, pada awal pemerintahan Jokowi telah memberi kesan dan pesan tegas kepada rakyat akan ketidakpastian hukum. Terkhusus pada pemberantasan korupsi.
“Kebijakan pelemahan KPK, RUKUHP, dan lainnya telah menjustifikasi pelemahan tersebut,” papar dia.
Selain itu, terungkapnya sejumlah kasus korupsi di perusahaan BUMN seperti PT Asuransi Jiwasraya, Asuransi Angkatan Bersenjata RI (Asabri), hingga BP Jamsostek. Kasus tersebut menjadi contoh betapa rendahnya martabat dan moral pemimpin yang mengelola negara.
“Pemerintahan makin hari kian menunjukkan adanya defisit moral karena kerusakan moral (moral vandal) ada di dalam partai dan pemerintahan yang berkuasa,” ucap Pigai.
Pigai juga mengomentari rencana kebijakan yang sudah maupun belum terimplementasi. Dalam 100 hari, kata Pigai, Jokowi telah membebani rakyat dengan kenaikan listrik, air, BPJS, gas, minyak, tol, bahkan pajak kendaraan.
Kemudian, kebijakan pemerintah terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oknum apparat terhadap warga Papua. Di antaranya menumpuk kebencian berbasis rasial kepada orang-orang kulit hitam di Papua, melancarkan operasi militer, dan membenani rakyat Papua.
Lalu, ketidaksesuaian kinerja 100 hari pertama dengan 5 program prioritas pemerintah periode 2019-2024. Beberapa program prioritas itu adalah pembangunan sumber daya manusia (SDM), pembangunan infrastruktur yang menjangkau sentra-sentra ekonomi dan distribusi untuk lapangan kerja baru, serta penyederhanaan kendala regulasi dengan membuat Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Selanjutnya, pemangkasan birokrasi dengan meningkatkan kompetensi kerja dan penguatan fungsi dengan memangkas eselonering dan transformasi ekonomi dari ketergantungan sumber daya alam ke manufaktur dan industri.
“Pemerintah seperti orang kebingungan di simpang kiri jalan untuk memulai implementasi 5 prioritas program kerja 2019-2024 yang disampaikan presiden pada 20 Oktober 2019 lalu itu,” tukasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi