Artikel ini ditulis oleh Sugiyanto Emik, Pengamat Politik dan Sosial.
Harus diakui, Anies Baswedan, sebelumnya memang menjadi salah satu tokoh sentral dalam panggung politik Indonesia.
Namun, kini Anies menghadapi kenyataan pahit setelah kekalahannya dalam Pilpres 2024 dan kegagalannya untuk berpartisipasi dalam Pilkada, terutama Pilkada Jakarta.
Situasi ini tentu menjadi pukulan telak bagi Anies dan para pendukungnya. Namun, alih-alih terus menyerangnya, mungkin sudah saatnya kita memberikan ruang bagi Anies untuk merefleksikan kegagalannya dan menyusun kembali langkahnya ke depan.
Setiap kekalahan politik, khususnya di tingkat nasional, pasti membawa kekecewaan yang mendalam.
Ketika Anies mengungkapkan kritik terhadap partai-partai yang dianggapnya tersandera atau pandangan lainnya, kita perlu memahami bahwa ini mungkin adalah bagian dari proses penyesuaian diri dengan realitas baru.
Kritik tersebut, meskipun tidak selalu tepat, mungkin adalah bentuk dari ekspresi frustrasi. Menyerang balik hanya akan memperkeruh suasana dan menambah beban emosional bagi Anies Baswedan.
Sebagai lawan politik atau publik yang kritis, sikap bijak adalah dengan tidak merespons secara berlebihan.
Menghormati hak Anies untuk berekspresi adalah langkah yang lebih matang dibandingkan menyerangnya.
Dengan memberi ruang, kita juga menunjukkan kematangan berdemokrasi dan kebesaran hati sebagai bangsa.
Wacana Mendirikan Partai Baru
Belakangan ini, muncul spekulasi bahwa Anies akan mendirikan partai politik baru sebagai upaya bangkit dari kekalahan. Secara teoritis, langkah ini masuk akal sebagai strategi untuk tetap relevan di panggung politik.
Namun, secara praktis, tantangannya sangat besar. Aturan main politik di Indonesia mensyaratkan bahwa partai yang ingin mengusung calon presiden dan wakil presiden harus memiliki minimal 20 persen kursi di DPR RI.
Jika Anies mendirikan partai baru setelah kekalahannya, partai tersebut masih harus bertarung untuk mendapatkan kursi dalam Pemilu 2029, yang sekali lagi akan diadakan secara serentak.
Ini berarti, tanpa kursi di DPR RI, peluang Anies untuk maju di Pilpres 2029 sangat kecil, kecuali ada perubahan signifikan dalam aturan pemilu.
Realitas 2034 Sebagai Peluang
Melihat kompleksitas dan tantangan politik yang ada, mungkin realistisnya Anies baru akan memiliki peluang untuk kembali mencalonkan diri pada Pilpres 2034.
Namun, peluang ini juga sangat bergantung pada apakah partai barunya, jika benar didirikan, mampu lolos dari parliamentary threshold sebesar 4 persen pada Pemilu 2029.
Ini adalah perjalanan panjang yang penuh dengan ketidakpastian. Oleh karena itu, bijaknya kita memberikan ruang bagi Anies untuk menyusun strategi dan berefleksi, tanpa perlu terus menyerangnya.
Semua tindakan dan pernyataan yang dia keluarkan mungkin merupakan cara Anies melepaskan beban kekecewaannya.
Beri Ruang dan Jangan Menyerang Anies
Sebagai sesama anak bangsa, kita seharusnya menunjukkan sikap saling menghargai, termasuk kepada Anies Baswedan.
Memberikan ruang baginya untuk mengekspresikan diri adalah bentuk empati yang perlu kita tunjukkan dalam kehidupan berdemokrasi.
Penting bagi kita semua memahami makna dari peribahasa ini: “Apakah kamu tahu apa yang menyakitkan? Menjadi orang yang ditinggalkan, diberi tahu bahwa kamu tidak berharga sama sekali”.
Ungkapan ini mungkin relevan dengan kondisi yang dihadapi Anies Baswedan.
Dalam konteks ini, biarkanlah Anies Baswedan berbicara dan mengungkapkan pendapatnya tanpa kita balas dengan serangan yang hanya memperuncing konflik.
Dalam dunia politik yang dinamis, setiap tokoh memiliki hak untuk berefleksi dan mencari jalan baru. Anies Baswedan pun tidak terkecuali.
Mungkin inilah saatnya bagi kita untuk berhenti menyerangnya, dan biarkan dia menemukan jalannya sendiri, tanpa tekanan atau ekspektasi yang berlebihan.
[***]