KedaiPena.Com – Amerika Serikat (AS) dilanda unjuk rasa tiada henti di hampir seluruh wilayah pasca meninggalnya warga kulit hitam berusia 46 tahun George Flyod pada Senin (25/5/2020) malam waktu setempat.
George Flyod sendiri meninggal akibat lehernya ditekan oleh polisi Minneapolis. Perwira polisi kulit putih tersebut berlutut di leher Floyd, bahkan setelah Floyd mengatakan tidak bisa bernapas.
Kejadian tersebut lantas memicu kembali kemarahan yang mendalam terhadap pembunuhan polisi terhadap orang kulit hitam Amerika, yang disebut sebagai tragedi rasial.
Demonstrasi ini memunculkan kembali slogan dan tagar Black Lives Matter
sebuah gerakan, yang diinisiasi pada 2013 saat menanggapi pembebasan pembunuh Travyon Martin.
Kemudian gerakan ini membentuk sebuah yayasan bernama Black Lives Matter Foundation yang berada di Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Kanada.
Aktivisi era Orde Baru Budiman Sudjatmiko mengakui, bahwa gerakan aksi massa pasti melahirkan sesuatu hal besar. Terkhusus di Amerika, Budiman menilai, akan ada sejerah yang terulang.
Mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini awalnya merespon pertanyaan warganet terkait unjuk rasa yang terjadi di AS dan berbagai negara lainya akibat tewasnya George Floyd.
Akun @Ken_aryadharma sebelumnya bertanya kepada politikus PDIP ini apakah situasi di Amerika Serikat saat ini akan berujung pada ‘revolusi hitam’.
“Apakah situasi Amerika saat ini bakal berujung pada Revolusi “Hitam” Om @budimandjatmiko?,” cuit akun tersebut bertanya kepada Budiman.
Budiman membalas, jika mempelajari filsafat dan komputasi, maka pola dari gerakan unjuk rasa di Amerika Serikat tersebut dapat terbaca.
“Gerakah Buruh di AS dulu telah melahirkan Hari Buruh 1 Mei, pandemi Spanish Flue melahirkan Gerakan Feminisme (karena banyak pria yang mati, kebutuhan buruh di pabrik diisi perempuan). Sejarah berulang. Jika kita mempelajarinya dengan filsafat dan komputasi, polanya terbaca,” tandas Budiman.
Laporan: Muhammad Hafidh