KedaiPena.Com – Indonesia sudah merdeka 75 tahun. Kalau manusia Indonesia sudah super bijaksana, dewasa dan lain-lain. Tetapi, yang terjadi, makin lama Indonesia malah kembali lagi sifat dan kelakuan yang otoriter.
“Saya waktu mahasiswa berjuang bersama kawan-kawan yang lain agar Indonesia berubah dari negara yang otoriter ke negara demokrasi. Namun yang terjadi adalah, awal-awal reformasi iya (demokratis), tetapi makin ke sini yang terbangun itu adalah demokrasi kriminal atau ‘criminal democracy‘,” ujar tokoh nasional Rizal Ramli, kepada KedaiPena.Com, Senin (17/8/2020).
Delapan tahun lalu, RR, sapaan Rizal Ramli, menulis artikel soal ‘Indonesia Criminal Democracy‘. Rizal mengatakan apa yang dihadapi adalah demokrasi kriminal. Jika ingin menjadi kepala daerah, perlu anggaran ratusan miliar.
“Inilah yang terjadi, rusak Indonesia. Karena ketika pemimpin-pemimpin ini dipilih yang milih duluan itu cukong, baru di tawarkan ke rakyat dibantu oleh lembaga survei, ‘buzzer, influencer’, media. Yang milih ini cukong,” kata eks Tim Panel Ahli PBB ini.
Sebulan lalu, Rizal bertemu dua komisioner dan dua direktur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia minta tolong agar KPK fokus dalam ‘political correction‘. Dan KPK merespon baik permintaan RR.
“Mereka (KPK) mengatakan, ‘kebetulan Pak Ramli, satu minggu lalu, baru menangkap Bupati Kutai Timur, istri Ketua DPRD yang ingin jadi Bupati dan Ketua DPRD. Nah dia disogok oleh cukong-cukong Rp18 miliar, dengan kompensasi hak konsesi tambang, hutan dan lain-lain yang nilainya Rp2 triliun’,” Rizal menceritakan.
“Kebayang gak kerugian negara Rp2 triliun, dia hanya di sogok Rp18 miliar. Dan hampir di semua pemilihan bupati ini terjadi. Nah orang-orang ini saat terpilih dia akan lupa dengan rakyat, dia akan lupa dengan kepentingan nasional mereka mengabdi ke cukong dan bayar utang serta sebagainya,” lanjutnya.
“Ini yang membuat kita makin jauh dari merdeka,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi