KedaiPena.Com- Dekan Fakultas Hukum Untirta, Agus Prihartono memberikan pandanganya terkait dengan hukuman mati untuk kasus suap bansos di Kementerian Sosial yang turut melibatkan sang Menteri Juliari Batubara.
Menurut Agus begitu ia disapa, Indonesia merupakan negara yang berlandaskan hukum bukan rimba belantara sehingga tidak bisa serta merta menerapkan hukuman mati tersebut.
“Kita negara hukum, bukan rimba belantara, bukan hukum rimba yang diterapkan tetapi undang-undang yang sudah kita patuhi yang kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun kaitannya dengan mensos, kita tidak bisa serta merta hukum mati saja,” kata Agus saat dimintai pandangan, Kamis, (10/12/2020).
Meski demikian, Agus memandang, jika suap dan korupsi itu beririsan. Hal itu dapat dilihat jika mengacu lima jenis tindak korupsi.
“Pertama itu gratisifikasi, yang kedua penggelapan jabatan, ketiga pemerasan dalam jabatan terus selanjutnya keikut sertaan dalam pengadaan barang dan jasa pemborongan dan sebagainya, dan terakhir memberi dan menerima itu masuk ke tindak pidana korupsi,” tegas Agus.
Dengan demikian, Agus menilai,suap itu masuk dalam katagori jenis-jenis tindak korupsi. Jadi, lanjut Agus, jangan didefinisikan korupsinya tapi tindak pidana korupsi.
“Jadi suap itu sendiri masuk ke jenis tindak korupsi, untuk dijerat nya bisa di pasal 2 dan 3 uu 31 tahun 1999, dan uu terbarunya itu uu 20 tahun 2001. Tapi untuk dihukum mati dilihat dulu apakah sampe se ekstream itu perbuatan melawan hukum sehingga harus di hukum mati,” papar Agus.
Agus mendukung semangat, hukuman mati untuk para koruptor. Menurut Agus semangat tersebut tepat guna mendukung kerja-kerja pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Kalau saya perlu ada, tapi kan belum di diatur kan hukuman mati, perlu dibuat hukuman mati kalau perbuatan melawan hukum itu udah betul-betul extream sekali, betul-betul merugikan dengan jumlah besar, menyengsarakan warga negara tertentu dan sebagainya,” tandas Agus.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli bahuri telah memberikan ultimatum adanya ancaman hukuman mati bagi pihak yang menyelewengkan dana Bansos Covid-19.
Hukuman mati bagi koruptor menjadi ramai diperbincangkan, banyak warga yang mendukung. Meski demikian, ada sebagian yang menanggapi hukuman mati koruptor dengan cara pandang skeptis, hanya wacana.
Mantan Juru bicara KPK, Febri Diansyah misalnya, turut menanggapi kasus korupsi dana Bansos yang menjerat Mensos Juliari.
Febri menilai, slogan hukuman mati saat pandemi hanya seolah-olah agar KPK terlihat serius dalam tindak pemberantasan Korupsi.
“Ada yg pake slogan hukum mati koruptor saat pandemi. Seolah2 sperti serius berantas korupsi. Di UU, mmg ada “kondisi tertentu” diancam hukuman mati. Tp hanya korupsi kerugian negara (Pasal 2). Sedangkan OTT kmarin SUAP Bansos Covid-19. Jenis korupsi & pasal yg berbeda,” tulis Febri dalam akun Twitternya @febridiansyah Minggu, 6 Desember 2020.
Menurut Febri, KPK saat ini jangan terlalu banyak slogan dengan wacana hukuman mati. KPK lebih baik bekerja secara kongkrit, agar kredibilitas lembaga anti rasuah tersebut kembali meningkat.
“Kepercayaan itu tumbuh dari konsistensi..Teruslah bekerja. Buktikan dg kinerja,” sambung Febri.
Laporan: Muhammad Hafidh