KedaiPena.Com- Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan perihal keterangan RUU Tentang APBN Tahun Anggaran 2022 beserta Nota Keuangannya, Senin, (16/8/2021) mengungkap defisit anggaran di tahun 2022 direncanakan pemerintah sebesar 4,85 persen atau setara Rp 868,0 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Menanggapi hal ini Anggota Badan Anggaran DPR RI, Sukamta menyatakan bahwa defisit ini masih terhitung besar dan bisa berisiko mengingat dampak Covid-19 bisa berlangsung lama.
“Dengan masih kedodorannya pemerintah dalam penanganan pandemi, dampaknya secara ekonomi tentu juga akan lebih panjang. Ini akan menekan ekonomi Indonesia. Pendapatan pemerintah saya prediksi belum akan optimal hingga tahun 2022. Hal ini akan membuat ruang fiskal terbatas untuk melakukan ekspansi fiskal, dan tergerus untuk bayar bunga pokok dan bunga utang. Ini akan menyebabkan pemulihan ekonomi lebih lama.”
Oleh sebab itu Sukamta memberikan 3 catatan terhadap Nota Keuangan RAPBN 2022. Pertama, kalau dilihat dari sisi rencana pendapatan, beberapa tahun terakhir taregt pendapatan tidak tercapai.
Di masa pandemi sudah masuk tahun ke tiga untuk tahun depan, dengan laju ekonomi seperti sekarang ini, ada kekhawatiran ini juga tidak tercapai lagi.
“Target pertumbuhan ekonomi 2022 pada kisaran 5 persen hingga 5,5 persen, ini sudah menunjukkan pemerintah tidak optimis. Saya kira sangat perlu dilakukan pengawasan khusus dari realisasi pendapatan, bukan hanya belanja. Untuk lebih memastikan pencapaian target pendapatan.”
Yang kedua, menurut Sukamta terkait besaran defisit yang masih cukup lebar, perlu disikapi dengan lebih hati-hati.
“Kami sebenarnya berharap agar Pemerintah lebih hati hati kalau tidak dikatakan konservatif. Mestinya bisa diterapkan belanja berimbang. Sebesar pendapatan, sebeesar itu pula yang dibelanjakan. Adapun hutang, mestinya hanya untuk belanja modal agar punya daya ungkit ekonomi.”
Catatan ketiga, besaran anggaran untuk mengatasi pandemi covid masih cukup besar yaitu Rp 255,3 triliun dan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 321 triliun. Kita berharap pemerintah membelanjakan dengan cermat dan efisien sehingga bisa menyelesaikan masalah dan tidak disalah gunakan. Kebijakan tambal sulam yang tidak menyelesaikan masalah utama, akan berbahaya jika bermuara pada munculnya “pandemic trap”.
“Sebagaimana pidato Presiden tadi yang mengatakan bahwa virus covid bermutasi terus, maka cara cara mengatasinya juga harus terus berubah. Itu bagus dan perlu diimplementasi di lapangan dengan cerdas dan disiplin, jangan sampai hanya berubah ubah nama dan sebutannya dari PSBB, PPKM, PPKM mikro, PPKM darurat, PPKM berlevel dan seterusnya, sementara yang dilakukan tetap itu itu juga. Saya jadi ingat kata-kata Einstein, melakukan hal yang sama terus menerus dan mengharapkan hasil yang berbeda, itu adalah kegilaan,” tandas Sukamta.
Laporan: Muhammad Hafidh