KedaiPena.Com – Tarik menarik kepentingan dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada beberapa waktu lalu memang menyita banyak energi. Pertarungan dua kutub Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) berada pada tensi tinggi. Ini adalah sisa-sisa pertarungan dua koalisi ini dalam pilpres lalu. KMP pro Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, KIH dukung Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Keduanya punya argumen masing-masing soal pilihan politiknya. KIH mendukung pilkada langsung karena merepresentasikan partisipasi rakyat.
Sementara, KMP menilai lebih banyak kerugian dalam praktek pilkada langsung. Mulai dari cost politik yang tinggi sehingga membuka peluang korupsi kepala daerah jika menjabat. Bukan hanya itu, pilkada langsung tidak merepresentasikan sila keempat pancasila. Dalam sila itu dibahas soal demokrasi keterwakilan.
Pada gilirannya, Sidang Paripurna DPR dimenangkan oleh kelompok pendukung pilkada tidak langsung.
Di tengah perdebatan yang keras itu, Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, member pandangan yang cukup bijak. Ia menyatakan dukungannya atas Pilkada langsung. Namun menurut Dedi, Pilkada tidak langsung juga perlu diberikan ruang untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau di Indonesia. Terutama wilayah yang mengalami krisis keamanan dan krisis transportasi.
Ia mengatakan di daerah pedalaman Indonesia, masyarakatnya masih ada yang diwakilkan ketika hendak memilih Kepala Daerah.
“Pertama memang Pilkada langsung sudah memberikan interaksi positif untuk masyarakat. Kedua Pilkada tidak langsung juga harus dibuat ruang karena tidak semua daerah seperti Jawa dan Sumatera. Di Indonesia banyak daerah-daerah yang masyarakatnya jauh di pedalaman,” ujar Dedi kepada PRFM.
Selain itu kata Dedi, sistem sengketa Pilkada yang rumit karena harus melalui Mahkamah Konstitusi, sebaiknya diserahkan kembali ke Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Negeri.
“Sistem penyelesaian sengketa jangan dibuat rumit, kalau dulu kan oleh Pengadilan Tinggi sekarang oleh MK, cukup selesaikan di Pengadilan Tinggi sajalah,” ujar Dedi.
Dedi menambahkan perlunya Pilkada langsung dan tidak langsung ialah, karena Indonesia tidak bisa dipahami hanya dari sisi Jakarta saja melainkan Indonesia secara keseluruhan.
“Ruang untuk Pilkada tidak langsung harus tetap ada, karena Indonesia tidak bisa kita d pahami hanya dari sisi Jakarta saja, Indonesia harus dipahami secara menyeluruh,” tutup Dedi.
Muda dan berkarya.
Imej muda dan berkarya muncul ketika menyinggung nama Dedi Mulyadi. Betapa tidak, dalam usia muda, 37 tahun, Dedi sudah menjabat Bupati Purwakarta. Ia dilantik pada 13 Maret 2008.
Lalu bagaimana masa kecil Dedi? Disitat dari Wikipedia, Dedi Mulyadi sebenarnya lahir dari keluarga biasa saja. Ia lahir di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11 April 1971.
Dedi merupakan putra bungsu dari sembilan bersaudara. Ayahnya, Sahlin Ahmad Suryana merupakan pensiunan Tentara Prajurit Kader. Sejak usia 28 tahun, sang Ayah sakit yang diderita sebagai dampak racun mata-mata kolonial.
Sementara Ibunda Dedi, Karsiti tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Namun, Karsiti sempat menjadi aktivis Palang Merah Indonesia (PMI).
Ketika melahirkan Dedi, sang Ibu butuh 3 hari 3 malam hingga persalinan, dan baru bisa selesai dengan bantuan seorang bidan.
Dedi kecil hidup dengan penuh perjuangan dan bekerja keras. Dia sering membantu ibunya mengembala domba dan berladang. Ia pun kerap menyabit rumput dan mengumpukan kayu bakar yang bertahan dari sejak SD sampai tamat SMA.
Meski bekerja sejak kecil, Dedi tak melewati masa kecilnya dengan bermain. Dikutip dari blog pribadinya, Dedi kecil senang sekali bermain perang-perangan. Setiap kali bermain, Dedi selalu mengambil peran sebagai komandan dengan pangkat Kolonel, sementara teman-teman sebaya diberi pangkat kopral.
Dedi menempuh sekolah dasar di SD Subakti Subang hingga tahun 1984. Dedi pernah tidak naik kelas pada saat duduk di kelas 1 SD. Tapi, Dedi selalu menjadi ketua kelas dan mendapat ranking pertama pada setiap tahunnya.
Setelah itu dia melanjutkan ke SMP Kalijati, Subang yang dia selesaikan pada tahun 1987. Jenjang pendidikan SMP dilalui dengan keprihatinan. Untuk mencapai sekolah saja, jarak yang harus ditempuh setiap hari lebih kurang 20 KM.
Itu pun ditempuh dengan menggunakan sepeda dengan kondisi yang alakadarnya. Makanya, ia bekerja keras untuk membeli sepeda, mulai berharga Rp 3.500,- hingga sepeda yang berharga Rp 120.000,- dari hasil penjualan kambing yang Dedi pelihara.
Postur tubuh yang kecil, mengakibatkan Dedi dijuluki si Unyil, namun tidak menjadi hambatan untuk dikenal karena kemampuan Dedi dalam berpidato, berdakwah dan membaca puisi, serta selalu menjadi juara dalam bidang puisi, dakwah dan pidato.
Jenjang SMA dihabiskan Dedi di SMA Negeri Purwadadi, Subang dan lulus pada tahun 1990. Masa-masa ini juga lewati dengan keprihatinan. Ia bersekolah sambil menjadi tukang juru foto, berjualan layang-layang, menjadi penarik ojek serta berjualan es dan agar-agar.
Setamat SMA, Dedi mencoba peruntungan dengan mendaftar di AKABRI dan Secaba TNI AD. Namun akhirnya gagal.
Pasca itu, Ia pindah ke Purwakarta dan tinggal bersama kakak yang hidupnya sangat pas-pasan. Dedi tinggal di rumah kontrakan yang hampir roboh. Selama tiga tahun tidak mengenal kasur, karena harus tidur dengan hanya beralaskan lantai.
Dedi kemudian melanjutkan studinya ke bangku kuliah di Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman jurusan hukum yang dia selesaikan pada tahun 1999.
Semenjak masih berstatus sebagai mahasiswa, Dedi memang dikenal giat dalam berbagai organisasi. Walupun masih muda, sebagai aktivis Dedi sudah diperhitungkan berbagai kalangan, baik mahasiswa maupun birokrat dan politikus.
Sambil menjajakan makanan di kantin SMEA Purnawarman, Dedi juga aktif sebagai Ketua HMI Cabang Purwakarta. Berbagai peristiwa pedih dialami, sampai Dedi pernah tidak makan selama tiga hari karena tidak punya uang untuk membeli nasi, karena uangnya habis untuk operasional kegiatan organisasi.
Untuk menyelesaikan kuliah dan menyusun skripsi, Dedi melakukan penelitian, sambil kerja sebagai tenaga kontrak di PT. Indho Bharat Rayon, dengan upah yang hanya Rp 200.000,- Kemudian Dedi berhenti dan bekerja menjadi tenaga administrasi di PT. Binawan Praduta. Berhenti dari situ Dedi berjualan beras ke kantin dan pabrik-pabrik yang ada di Kabupaten Purwakarta.
Pada tahun 1993, Dedi sudah dipercaya untuk menjadi penulis pidato ketua partai Golkar Purwakarta, almarhum Babisni. Tahun 1994, dia dipercaya untuk menjabat sebagai Ketua Umum HMI Cabang Purwakarta. Dedi juga pernah diminta untuk menjabat posisi Wakil Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) pada tahun 1997.
Setahun kemudian, dia ditunjuk untuk menjadi Sekretaris Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Textil, Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP SPTSK KSPSI).
Karir politik Dedi makin mengorbit pada era reformasi. Tahun 1999 dia terpilih duduk di kursi DPRD Purwakarta dari Partai Golkar dan daerah pemilihan Kecamatan Tegalwaru. Selama lima tahun, ia selalu terpilih menjadi Ketua Komisi E.
Dia pun menjabat Wakil Sekretaris Partai Golkar, kemudian menjadi Sekretaris. Sampai akhirnya didaulat secara aklamasi menjadi Ketua DPD Partai Golkar, tahun 2004 sampai sekarang.
Pada tanggal 2003, Dedi dilantik sebagai Wakil Bupati Purwakarta Drs. Lily Hambali Hasan, M.Si. Dengan terpilihnya Dedi sebagai Wakil Bupati pada usia 32 tahun, ini menjadi prestasi tersendiri karena dia tercatat merupakan politikus termuda yang menjabat sebagai wakil bupati.
Pada tahun 2008, melalui mekanisme pilkada langsung, Dedi mendapat kepercayaan dari rakyat Purwakarta untuk menjadi Bupati Purwakarta periode 2008-2013. Dan saat ini, dia pada periode kedua memimpin Purwakarta.
Biodata
Nama Lengkap : Dedi Mulyadi
Agama : Islam
Tempat Lahir : Sukasari, Subang, Provinsi Jawa Barat
Tanggal Lahir : Minggu, 11 April 1971
Zodiac : Aries
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan
• SD Subakti Subang (1984)
• SMP Kalijati, Subang (1987)
• SMA Negeri Purwadadi, Subang (1990)
• Sarjana hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman, Purwakarta (1999)
Karir
• Anggota DPRD Purwakarta, 2001-2003
• Wakil Bupati Purwakarta Periode 2003–2008
• Bupati Purwakarta Periode 2008–2013
Organisasi
• Sekretaris KAHMI Purwakarta (2002)
• Ketua Umum HMI Cabang Purwakarta (1994)
• Senat Mahasiswa STH Purnawarman Purwakarta (1994)
• Wakil Ketua DPC FSPSI (1997)
• Sekretaris Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Textil, Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP SPTSK KSPSI) (1998)
• Wakil Ketua GM FKPPI Tahun (2002)
• Ketua PC Pemuda Muslimin Indonesia (2002)
• Ketua Partai Golkar (2004-2007)
(Prw/Foto: Istimewa)