KedaiPena.Com – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf mengatakan RUU Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas mengatur berbagai ruang lingkup olahraga.
DPR RI sendiri menggaris bawahi agar pembangunan infrastruktur tidak hanya difokuskan pada cabang olahraga tertentu saja.
Di RUU SKN pun akan diatur mengenai masalah kewenangan, rangkap jabatan publik, peran organisasi, pendanaan/pembiayaan, hingga industri olahraga itu sendiri. Industri olahraga tersebut, menurut Dede, mulai dari sport science (ilmu olahraga) hingga sarana prasarana.
“Infrastruktur itu banyak sekali dikeluarkan pemerintah daerah untuk membangun sarana prasarana lebih banyak pembangunan kepada olahraga tertentu. Kita sebut saja stadion. Tapi kemudian terbengkalai dan tidak terpakai, padahal kita mendorong agar alokasi anggaran olahraga tentu harus diangkat, dikuatkan,” ungkap Dede di Jakarta, Selasa (14/9/2021).
Komisi X DPR mendorong pemerintah juga membangun sarana prasarana publik seperti jogging track, sepeda statis dan lain sebagainya di taman-taman kota. Melalui RUU SKN, kata Dede, DPR RI berharap agar ada aturan rigid untuk mendorong masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang bugar.
“Karena banyak negara di dunia melakukan hal-hal tersebut. Kita saja yang nggak ada,” tuturnya.
Kemudian Komisi X DPR juga mendorong agar ada alokasi 2 persen anggaran untuk pembagunan infrastruktur olahraga, baik dari APBN maupun APBD.
Meski begitu, Dede mengatakan hal tersebut masih menjadi dinamika antara pemerintah dan DPR.
“Kita harus punya komitmen karena kadang-kadang di daerah itu Dinas Olahraga anggarannya kecil sekali, termasuk di nasional pun Kemenpora itu kan anggarannya paling kecil makanya disebut klaster C, yang ibaratnya bisa dipotong kapan saja anggarannya,” sebutnya.
“Bagaimana kita mengharapkan prestasi olahraga kalau keseriusan itu tidak ada. Oleh sebab itu DPR mendorong kita tidak hanya berbicara prestasinya seperti di PON, Asian Games, ataupun di (event) dunia,” tambah Dede.
Melalui Komisi X, DPR RI juga akan memperjuangkan dana pensiun sebagai jaminan kesejahteraan untuk atlet dan pelatih. Selain itu, menurut Dede, RUU SKN akan membuat atlet-atlet disabilitas mendapat perhatian khusus melalui pasal-pasal tersendiri.
RUU SKN sendiri diharapkan menjadi payung hukum dari rancangan besar (grand design) olahraga nasional 2021-2045. Namun DPR RI ingin agar RUU tersebut lebih dari hal itu dengan mencakup berbagai hal mengenai sistem keolahragaan di Indonesia, termasuk pembinaan atlet melalui jalur pendidikan.
Dede mengatakan, DPR berharap banyak atlet muncul dari sekolah-sekolah dan mendapat dukungan dari pemerintah berupa pembinaan seperti beasiswa.
“Sebab selama ini banyak atlet-atlet muncul dari sekolah-sekolah tapi tidak mendapatkan dukungan atau atensi seperti beasiswa, atau bahkan tidak mendapatkan perilaku khusus di dalam sekolah itu sendiri. Jadi seharusnya atlet-atlet dari jalur ini dibeasiswakan, dikembangkan. Jadi bukan hanya sekedar di pusat pelatihan,” urainya.
“Kita inginnya setiap sekolah memiliki keunggulan-keunggulan di bidang olahraga misalnya sekolah A unggul di bidang olahraga basket, sehingga lahirlah atlet-atlet basket dari situ. Kita harapkan seperti itu dan itu dilakukan di berbagai negara,” sambung Dede.
Untuk program ini, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) akan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendibud-Ristek). Dede mengingatkan, pembinaan atlet berprestasi harus dimulai sedini mungkin.
“Karena anggaran Kemenpora kecil, nanti itu akan dibagi siapa berbuat apa dan anggarannya dari mana. Jadi nggak semua anggarannya di Kemenpora. Anggaran Kemendikbud itu kan gede sekali, masa sih dia tidak bisa membuat satu kurikulum olahraga yang lebih serius,” ungkap Legislator dari Dapil Jawa Barat II tersebut.
Kurikulum khusus pendidikan olahraga ini dinilai juga penting untuk mendukung anak-anak yang secara akademik kurang, namun unggul di bidang olahraga. Diyakini pembinaan olahraga dari jalur sekolah akan memunculkan atlet-atlet kelas dunia.
“Seorang fighter nggak mungkin bisa langsung masuk klub kemudian menang juara. Dia paling tidak butuh 10 tahun untuk bisa juara di level nasional. Kalau 10 tahun berarti di harus sudah berlatih sejak SMP,” terang Dede.
Lewat program olahraga pendidikan, tiap-tiap sekolah akan bisa memiliki spesifikasi keunggulan di bidang olahraga. Menurut Dede, hal ini penting agar kualitas pendidikan tidak melulu terpacu terhadap masalah akademik karena setiap anak memiliki keunggulan dan minat di bidang masing-masing.
“Misalnya yang jago-jago taekwondo ada di sekolah ini. Kan sekarang nggak ada, jadi sama rata, keunggulannya nggak ada karena yang dikejar UN (Ujian Nasional). Oleh karena itu kita mendorong olahraga pendidikan, di mana bisa ada beasiswa olahraga di sekolah-sekolah tersebut,” jelasnya.
Ditambahkan Dede, RUU SKN pun akan mengatur ruang lingkup olahraga masyarakat atau kebugaran masyarakat yang disebut dengan community fitness. Hal ini untuk menghindari dampak kesehatan masyarakat di kemudian hari.
“Kita mendorong ini agar masyarakat kita menjadi masyarakat bugar di mana saat pandemi angka penyebaran terbanyak terjadi kepada kelompok komorbid. Komorbid terjadi salah satunya pola hidup kurang bagus, kurang bugar, kurang bergerak jadi olahraga masyarakat cukup penting,” kata Dede.
Komisi X DPR mendorong agar Indonesia menjadi bangsa bergerak melalui gerakan masyarakat bugar, apalagi di masa pandemi ini, olahraga banyak digaungkan sebagai upaya meningkatkan imun tubuh. Dede mengutip sebuah riset kesehatan yang menyatakan Indonesia termasuk negara dengan masyarakat males gerak (mager) dengan diukur melalui kurangnya jumlah langkah setiap harinya.
“Menandakan kurangnya upaya membakar kalori. Itu sebabnya diabetes, obesitas, jantung, stroke sangat tinggi sekali (di Indonesia). Dengan membiasakan bergerak, berolahraga, maka hal-hal tersebut bisa menjadikan masyarakat kita lebih bugar, lebih produktif dan tidak mager,” terangnya.
Pada Senin (13/9) kemarin, Komisi X DPR melakukan rapat kerja dengan Menpora, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Keuangan, serta Menteri Hukum dan HAM untuk membahas RUU SKN. Pemerintah juga menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) RUU itu.
“Kita terima untuk dilanjutkan menjadi Panja (panitia kerja) pembahasan,” tutup Dede.
Laporan: Sulistyawan