SIAPAKAH yang bakal mengisi jabatan Wakil Panglima TNI? Itu pertanyaan yang sekarang sedang populer pasca pemilihan kabinet. Nama-nama calon berseliwiran di media, para pengamat sibuk menerka-nerka, masyarakat pun ikut juga menerka-nerka.
Moeldoko mengatakan bahwa, Wakil Panglima itu nanti dipilih oleh Panglima TNI, walau bisa juga dipilih oleh Jokowi dengan pertimbangan Panglima TNI.
Ini tentu berbeda dengan Wakil Menteri, dimana kewenangan memilih siapa yang mengisi posisi Wakil Menteri adalah Presiden. Presiden memilih Menteri dan Wakil Menteri.
Apakah hal itu bermasalah?
Tentu tidak, bahkan jika yang memilih posisi Wakil Panglima TNI adalah kewenangan full Presiden, sama seperti memilih Wakil Menteri, ini pun tidak masalah.
Jadi dua pola pemilihan tersebut bagus-bagus saja diterapkan untuk memilih Wakil Panglima TNI. Tapi jika diterapkan sekarang, hal itu bisa menjadi masalah.
Kenapa?
Begini, Panglima TNI sekarang Hadi Tjahjanto menjabat sudah hampir dua tahun, maka akan ada ketimpangan dengan Wakil Panglima TNI baru.
Wakil Panglima masuk di tengah-tengah konsep yang sudah dirancang dan dilakukan Panglima, tentu akan bertabrakan dengan apa yang akan dilakukan oleh Wakil Panglima.
Contohnya, salah satu tugas Wakil Panglima TNI adalah memberikan saran kepada Panglima TNI terkait pelaksanaan kebijakan pertahanan negara, pengembangan postur TNI, pengembangan doktrin, strategi militer, serta pembinaan dan penggunaan kekuatan TNI. Jelas akan terjadi benturan.
Panglima TNI sekarang sudah punya kebijakan, sudah ada pengembangan postur, doktrin, strategi dan sebagainya sesuai dengan pemikiran dan kemampuannya. Tentu akan sangat mengganggu jika ada pemikiran lain yang masuk ditengah-tengah. Yang terbiasa one man show, kini harus berbagi pemikiran dan tugas.
Berbeda dengan Menteri dan Wamen, mereka diangkat hampir berbarengan, sehingga mereka bisa bekerja sama menyusun strategi dan saling berbagi tugas bersama dari nol. Blueprint dibangun bersama-sama sehingga tidak akan ada tabrakan pemikiran dan langkah. berbeda dengan Wakil Panglima TNI.
Tidak mungkin tidak akan ada tabrakan, karena Panglima TNI dan Wakil Panglima TNI sama-sama punya pemikiran yang tentu saja tidak bisa disatukan di tengah jalan. Panglima TNI tentu tidak mau apa yang dia lakukan dinilai berbeda oleh bawahannya. Ini pasti tidak akan bisa berkolaborasi.
Hemat saya, Jokowi mengangkat Panglima TNI yang baru menggantikan Hadi Tjahjanto. Apalagi Hadi Tjahjanto terlihat selalu lambat menyikapi kejadian, harus didesak-desak baru bersuara.
Dalam menyikapi berbagai kejadian, Hadi Tjahjanto tidak terlihat perannya jika dibandingkan Panglima-Panglima TNI sebelumnya.
Apalagi ancaman terhadap keutuhan negara ini semakin terang-terangan, negara ini harus punya Panglima yang mampu menghadapi dan membersihkan ancaman ini. Tidak bisa lagi hanya retorika dan yel-yel penyemangat, tapi harus eksekusi.
Karena ancaman nyata yang kita hadapi. Hadi Tjahjanto punya pola tersendiri, tapi pola tersebut tidak bisa diterapkan dalam menghadapi ancaman nyata yang terjadi di negara ini.
Sehebat apapun Wakil Panglima TNI, jika Panglimanya lambat dan tidak punya sikap yang tegas, akan sia-sia. Karena tidak mungkin Wakil Panglima yang mengambil peran dan melakukan hal yang melampaui dari kewenangan panglima TNI.
Jika Panglima TNI dan Wakil panglima TNI, diangkat dalam waktu yang hampir berbarengan, mereka bisa bersama-sama menyusun apa yang menjadi concern Jokowi dan bisa berbagi tugas dengan baik. Kalau dipaksakan sekarang, akan ada masalah baru yang sangat mengganggu.
Pos TNI ini beda dengan pos Kementerian. Kalau Kementerian orang yang tidak pernah berkecimpung dilingkup Kementerian, bisa menjadi Menteri.
Tapi kalau Panglima TNI atau Wakil Panglima TNI, mereka adalah orang yang memang berkecimpung di TNI. Mereka dididik untuk mencintai dan mempertahankan negara ini, mereka punya jiwa tarung yang kuat untuk membela bangsa dan negara ini.
Apa jadinya jika Wakil Panglima TNI melihat bahwa Panglima TNI harus segera bersikap sementara Panglima TNI kita sekarang ini punya pola dan irama yang lambat? Jiwa TNI-nya terpanggil, apalagi jika Wakil Panglimanya dari angkatan darat, dimana ancaman-ancaman yang terjadi sekarang ini kebanyakan berada di dalam lingkup tugas angkatan darat, maka akan terjadi konflik yang tentu tidak baik.
Di satu sisi sebagai TNI dia harus bergerak untuk bangsa dan negara, tapi di sisi lain dia hanya wakil Panglima TNI yang membantu Panglima TNI.
Tapi TNI itu dilatih untuk membela bangsa dan negara, tentu kemungkinan besar Wakil Panglima TNI akan mengambil peran tersebut. Pak Jokowi, jika wakil Panglima TNI masuk di tengah, bukannya membantu malah akan saling berbenturan, apalagi dengan pola kerja lambat Panglima TNI sekarang ini.
Baiknya kocok ulang Panglima TNI dan Wakil Panglima TNI, sehingga mereka bisa menyusun strategi bersama dari awal dan bisa bersinergi, bukan ditengah jalan seperti sekarang ini.
Oleh Teddy Gusnaidi, Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia