KedaiPena.Com – Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai pemerintah Indonesia tidak perlu menerima bantuan pinjaman dari IMF dan Bank Dunia untuk penanganan wabah Corona atau Covid-19 di tanah air. Sebab Indonesia sudah berutang banyak pada IMF.
“Apakah Pak Jokowi tahu kita sudah berutang sebesar 300 juta USD ke Bank Dunia untuk reformasi sektor keuangan dalam menjaga pertumbuhan untuk membuka peluang ekonomi baru,” ungkap Heri kepada wartawan, Sabtu, (28/3/2020).
Heri menegaskan bahwa pemerintah sedianya masih bisa mengoptimalkan beberapa anggaran untuk penanganan wabah Corona atau Covid-19 ini.
“Kalau ditanya uangnya dari mana? Sejatinya, ada beberapa solusi sumber pendanaan dalam negeri yang bisa dimanfaatkan. Diantaranya Sisa Anggaran Tahun Lalu (SAL), akumulasi dari Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA) dan anggaran yang selama ini disisihkan oleh pemerintah sebagai dana abadi (endowment fund) untuk keperluan cadangan yang diinvestasikan di Surat Utang Negara,” tegas Heri.
Heri menjelaskan hal tersebut termasuk dana APBN yang ada BA99 yang selama ini dikelola oleh Menteri Keuangan Sebagai Bendahara Umum Negara.
“Bahkan kalau perlu pemerintah bisa meminjam sebagian dana simpanan milik LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) yang mencapai lebih Rp150 triliun sebagai cadangan darurat oleh negara, untuk keperluan mendadak. Uang tersebut tersedia dan sangat siap untuk dipinjam negara bila perlu karena posisi dananya memang tidak sedang digunakan,” ungkap Politikus Gerindra ini.
Heri juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki cadangan devisa Indonesia yang dikelola oleh Bank Indonesia sekitar 130 billion USD atau setara dengan lebih Rp2.000 triliun bila kurs saat ini 16.800 rupiah per US dollar.
“Karena Bank Indonesia tidak sepenuhnya menggunakan cadangan devisa untuk operasi moneter menjaga stabilitas nilai tukar rupiah saja seperti saat ini. Sehingga operasi moneternya lebih terimbang untuk yang lain lebih urgent,” tegas Heri.
Tidak hanya itu, lanjut Heri, Pemerintah cukup dengan menerbitkan open end Surat Utang Negara (SUN) yang khusus dibeli oleh Bank Sentral dan meminta Bank Indonesia membeli SUN tersebut dengan asumsi bunga di bawah 5%.
“Kalau pemerintah menerbitkan SUN senilai 20 billion USD akan setara dengan Rp336 triliun,” papar Heri.
Heri menambahkan kebijakan seperti ini harus diambil karena kalau Indonesia menerbitkan global bond di saat pasar global sedang terimbas Covid-19, maka imbal balik atau rate return SUN yang diterbitkan oleh Indonesia akan sangat mahal biayanya.
“Karena ini adalah kesempatan bagi fund manager asing untuk memeras institusi negara yang sedang membutuhkan uang disaat mereka butuh likuiditas dalam jangka pendek mengatasi kebutuhan belanja negara yang mendesak,” ungkap Heri.
Heri menambahkan dana-dana internal tersebut sudah lebih dari cukup untuk mengatasi corona. Menteri Keuangan tidak perlu menjerumuskan Indonesia dalam lilitan IMF/World Bank.
“Bahkan Menteri Keuangan tidak perlu membuka rekening khusus untuk menampung sumbangan dari dunia usaha. Para pengusaha jangan dibebani lagi dengan sumbangan, karena saat ini pun para pengusaha sedang berjibaku menyelamatkan usahanya dari dampak Corona,” papar Heri.
Di samping kebijakan tersebut, Heri juga mengusulkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani agar segera melakukan penjajakan kepada negara negara donor untuk bernegosiasi guna menunda dulu pembayaran utang.
“Ini berbeda konteksnya, ini bukan ketidakmampuan bayar. Ini karena ada hajat kemanusiaan yang lebih penting, atau mungkin Menkeu takut Indonesia masuk kategori negara “terbelakang” lagi, yang dulu dijuluki High Indebted Poor Country. Nanti predikat Menkeu terbaiknya dicopot,” tandas Heri.
Laporan: Muhammad Hafidh