KedaiPena.Com- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI angkat bicara terkait dengan langkah perbankan plat merah yakni PT BNI Persero melakukan pembiayaan kepada industri baru bara.
Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak mengatakan, jika lembaga jasa keuangan termasuk perbankan semestinya mengacu pada pedoman taksonomi hijau yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Taksonomi hijau merupakan standar dan kriteria hijau kegiatan sektor ekonomi yang mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia,” jelas Amin Ak, Sabtu,(14/5/2022).
Amin Ak menuturkan, pembiayaan ke sektor hijau dan ramah lingkungan akan dianggap memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan ke sektor berdampak negatif terhadap lingkungan.
“Pertambangan berbasis ramah lingkungan adalah pertambangan yang dapat menekan sekecil mungkin polusi udara, tanah dan air, dan juga limbah beracun dimana operasi pertambangan itu sendiri, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga para pekerjanya selalu dalam keadaan yang aman,” jelas Politikus PKS ini.
Amin Ak menuturkan, para penambang juga sedianya wajib mengelola limbah tambang agar tidak merusak dan mencemari lingkungan di sekitarnya.
“Salah satu efek negatif pertambangan batu bara pada lingkungan yakni mempengaruhi perairan di permukaan atau bawah tanah. Aktivitas pertambangan yang menghasilkan banyak bahan kimia bisa meracuni perairan,” tegas Amin Ak.
Belum lagi, kata Amin Ak, penggunaan bahan peledak serta aktivitas lain dalam proses pertambangan juga bisa menyebabkan erosi, menghapus keanekaragaman tumbuhan dan hewan yang kehilangan habitat, serta transfer racun di rantai makanan.
“Debu dari kegiatan pertambangan juga berisiko tinggi bagi kesehatan baik terhadap pekerja tambang maupun masyarakat di sekitarnya.Jika bahaya lingkungan dan kesehatan tersebut diabaikan, maka sudah cukup untuk menjerat secara hukum, bank-bank yang membiaya pertambangan yang tidak ramah lingkungan,” ungkap Amin Ak.
Amin Ak menuturkan, program pembiayaan atau investasi oleh perbankan terhadap dunia usaha termasuk industri pertambangan, harus mengacu pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
“Ini tidak hanya menyangkut aspek teknis seperti diatur UU Perbankan mengenai prudential banking yang mewajibkan penerapan prinsip kehati-hatian,” beber Amin Ak.
Namun, kata Amin Ak, Perbankan juga tidak boleh membiayai kegiatan usaha yang melanggar undang-undang maupun peraturan lainnya.
“Terkait Industri tambang batubara, pembiayaan Perbankan seharusnya tidak bertentangan dengan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). UU ini mewajibkan kegiatan pertambangan harus ramah lingkungan, tidak merusak lingkungan, dan mematuhi prinsip-prinsip pelestarian lingkungan,” jelas Amin Ak.
Selanjutnya, tegas Amin Ak, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan penambang batu bara wajib mengontrol limbah yang dilepaskan ke udara dan air.
“Baik UU Minerba maupun PP Nomor 22/2021, mendorong perusahaan tambang bekerja sama dengan industri untuk memanfaatkan teknologi untuk mengurangi limbah hingga pemanfaatan energi batu bara bisa lebih efisien,” imbuh Amin Ak.
Amin Ak menegaskan, kedua peraturan tersebut, seharusnya menjadi acuan bagi dunia perbankan, sebelum memutuskan pembiayaan ke sektor pertambangan.
“Apakah penambang atau perusahaan tambang sudah mematuhi prinsip-prinsip ramah lingkungan baik dalam kegiatan penambangannya maupun penglelolaan limbah tambang. Jika hal ini diabaikan, maka bank yang bersangkutan bisa dianggap melanggar UU dan peraturan lainnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, komunitas Free Fosil Kampus Indonesia menuntut kepada Bank Negara Indonesia (BNI) untuk menghentikan pembiayaan ke industri baru bara.
Sebab berdasarkan studi lembaga Urgewald dan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) pada tahun 2021 lalu menunjukan beberapa bank di Indonesia memberikan pinjaman ke perusahaan batu bara yang terdaftar dalam Global Coal Exit List (GCEL) 2020 salah satunya BNI.
Total pinjaman yang digelontorkan pada periode 2018 hingga 2020 senilai 6,29 Miliar USD atau Rp89 Triliun dan yang dalam bentuk underwriting sebesar 2,64 miliar USD atau Rp16,6 Triliun.
Berdasarkan pantauan di website change.org, Kamis (12/5/2022), Komunitas Free Fosil Kampus Indonesia membuat petisi yang sudah ditandatangani hampir 10.000 persisnya 9.523.
Laporan: Muhammad Lutfi