KedaiPena.Com – Politisi Partai Gerindra Heri Gunawan mengungkapkan bahwa terendusnya aliran dana triliunan rupiah milik nasabah RI oleh otoritas Inggris menunjukkan bahwa pengawasan keuangan otoritas Indonesia sangat memprihatinkan.
“Saya tidak heran. Pemerintah memang sering kecolongan dengan modus-modus semacam ini. Dirjen Pajak seharusnya lebih proaktif untuk melakukan penyelidikan atas hal tersebut. Itu dana yang tidak sedikit, jangan beraninya dengan masyarakat menengah kecil saja,” cibir Heri saat dihubungi oleh wartawan, di Jakarta, Rabu (11/10).
Heri melanjutkan jika melihat modus tersebut, ada konspirasi tingkat tinggi dari pihak-pihak yang enggan menaati aturan yang diterapkan pemerintah Indonesia saat ini.
“Saya melihat ada motif untuk menghindari pertukaran informasi pajak yang baru saja diterapkan. Kenapa Singapura yang dipilih? Karena di sana lebih aman. Tak heran, banyak aset WNI yang diendapkan di sana. Jumlahnya disebut-sebut lebih dari ribuan triliun,” ungkap Heri.
“Lebih jauh, Singapura dipilih, selain karena Singapura karena dinilai lebih fleksibel dan dapat menyamarkan kepemilikan, lebih protektif dalam hal data nasabah, juga karena Singapura baru mau menukar data pajaknya tahun 2018,” tambahnya.
Adapun soal keterkaitannya dengan militer, kata dia, sebagaimana yang disebut-sebut di media, sebaiknya serahkan sepenuhnya kepada otoritas Pajak, OJK, dan PPATK untuk mengusutnya lebih lanjut. “Yang pasti, transfer dana dalam jumlah besar harus dilakukan dengan benar dan untuk tujuan yang benar,” ujarnya.
Dikatakannya juga, dari kasus ini ada beberapa pelajaran penting yang bisa diambil. Pertama, bahwa meski kita telah meratifikasi aturan pertukaran informasi perpajakan tetap tidak cukup kuat atau mungkin tidak ada keinginan yang cukup kuat untuk mengantisipasi modus-modus penggelapan dan penghindaran pajak.
Kedua, tingkat kepatuhan pajak menjadi kunci sukses pajak nasional, sebaiknya Dirjen Pajak membuka dan mengumumkan saja siapa WNI tersebut, dan patut dipertanyakan apakah WNI tersebut layak disebut WNI.
“Tanpa itu, nol besar, dan hal itu menjadi masalah utama rendahnya tax ratio kita yang angkanya hanya 11 persen,” tandasnya.
Ketiga, Dirjen Pajak harus lebih proaktif lagi dan segera melakukan sinergi dengan kementerian/lembaga lainnya guna membawa pulang aset-aset WNI di luar negeri, terutama di Singapura yang katanya sudah memiliki informasi data lengkap mulai dari nama, nomor rekening, jumlah asset, yang masih di atas ribuan trilun.
Seperti diketahui, Regulator keuangan di Eropa dan Asia Tengah sedang menyelidiki Standard Chartered terkait transfer uang dari Guernsey (Inggris) ke Singapura milik nasabah Indonesia.
Transfer dana sebesar Rp 18,9 triliun itu terjadi pada akhir 2015, sebelum Guernsey menerapkan peraturan pelaporan global untuk data pajak, Common Reporting Standard, pada awal 2016.
Sebagian pihak menyebut bahwa perpindahan dana tersebut dilakukan untuk menghindari keterbukaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan yang akan dilakukan oleh negara-negara di Eropa.
Laporan: Muhammad Hafidh