KedaiPena.Com – Anggota Komisi IV DPR RI Akmal Pasluddin menilai Dana Reboisasi yang mengendap hingga Rp7 triliun, perlu kreatifitas tinggi untuk diimplementasikan oleh pemerintah. Sebab, endapan Dana Reboisasi tersebut lebih besar dari alokasi anggaran Kementerian LHK (KLHK), sehingga perlu kreatifitas memadai untuk mengelolanya.
“Dengan besarnya pemanfaatan anggaran untuk perbaikan lingkungan, mudah-mudahan dampak signifikan dapat terjadi pada kualitas tanah dan hutan Indonesia,†jelas Akmal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/6).
Menurut Akmal, selama ini Dana Reboisasi tersebut tidak dapat digunakan karena terikat pada implementasi prosedur undang-undang yang cukup ketat, yaitu UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Undang-undang Kehutanan mengatur ketentuan umum yang berkaitan dengan reboisasi, sedangkan undang-undang perimbangan lebih mengatur pada proporsi pusat dan daerah,†jelas Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II ini.
Diketahui, berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Dana Reboisasi adalah dana yang dipungut dari pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan.
Dana tersebut digunakan hanya untuk membiayai kegiatan reboisasi dan rehabilitasi serta kegiatan pendukungnya. Sedangkan pada pasal 41, ayat (1) menerangkan bahwa kegiatan reboisasi dan penghijauan merupakan bagian rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan reboisasi dilaksanakan di dalam kawasan hutan, sedangkan kegiatan penghijauan dilaksanakan di luar kawasan hutan.
“Pada pembahasan anggaran tahun lalu, proyeksi APBN 2016 untuk KLHK sebesar Rp 6,3 T. Namun pada realisasi pengesahannya hanya RP 6,114 T. Padahal, tahun 2015, APBN KLHK sebesar Rp 6,6 T. Sehingga, wajar jika banyak kritik yang muncul, pemerintah telah abai terhadap perlindungan hutan dan konservasi,†jelas Akmal.
Oleh karena itu, Akmal mengimbau kepada pemerintah agar pelaksanaan penggunaan dana reboisasi dapat dialokasikan secara baik agar tidak ada yang bocor.
“Dengan tidak ada kebocoran dana yang cukup besar ini, akan memberikan efektifitas kinerja pemerintah pada mengembalikan fungsi hutan yang sudah mulai berkurang akibat perusakan,†tambah Akmal.
Akmal berharap Dana Reboisasi tersebut mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk bangsa. Bukan malah sebaliknya, menjadi masalah baru peluang korupsi baru.
“Karena lingkungan hutan kita sangat diandalkan dunia pada penghasil oksigen bumi yang sangat besar,†pesan Akmal
Dijelaskan, Dana Reboisasi awalnya berupa DAK (Dana Alokasi Khusus) yang kini menjadi DH (Dana Hibah) berdasar penjelasan umum Undang-Undang No.33 Tahun 2004. Model earmarking, yaitu dana yang berasal dari hutan dikembalikan lagi untuk hutan, pun perlu keseriusan dalam mengelolanya.
(Prw/Rinto)