Ditulis Oleh: Pengamat Ekonomi Salamuddin Daeng
WARA-wiri para pembantu sinuwun Joko Widodo ke luar negeri mencari utangan sudah pads tingkat memalukan kalau tidak disebut mengkuatirkan. Ketemu semua pemerintahan negara lain dalam rangka mengemis utang memang bukan bagian dari politik bebas aktif, atau non blok. Ini seperti bawa celengan, asal ada keramaian langsung parkir.
Namun ternyata tidak ada juga yang mau memberikan utangan. Semua baru sebatas komitmen.
Bahkan janji untuk mendapatkan pinjaman tidak didapatkanlah. Para pembantu sinuwun Jokowi tidak dapat berbohong mengenai kondisi APBN sekarang yang tengah kempes sehingga panik kelipatan enam.
Belakangan pemerintah mengincar sovereign wealth fund (SWF). Lebih dari 5 miliar dolar telah diberitakan akan diperoleh pemeritah dari dana tanungan masyarakat negara lain ini. Dana publik di berbagai negara terutama timur tengah yag berada dibawah kontrol negara masing- masing.
Media asing memperolok olok Indonesia karena menginginkan SWF untuk menambal APBN dan mengatasi masalah keuangan BUMN. Dikatakan bahwa Indonesia sama sekali tidak layak mendapatkan dana ini, korupsi sektor keuangan yang mewabah, termasuk korupsi di BUMN dana APBN, akan menjadi pertimbangan utama dalam penempatan dana publik luar negeri dalam genggaman pemguasa Indonesia.
Tidak mungkin mengharapkan keuntungan atas investasi dana SWF di Indonesia. Detak jantung pemilik dana akan naik turun karena cemas dana mereka diembat para politisi negara ini.
Tapi pertanyaan pokok adalah mengapa Sinuwun Jokowi harus mengincar SWF negara lain? Bukankah dana dana publik nasional masih banyak. Dana tabungan masyarakat yang berada dibawah genggaman negara. Dikontrol penuh oleh negara.
Dana seperti dana haji, dana taspen, dana Jamsostek, dana asbri, dana perusahaan asuransi milik negara lainnya, dana pensiun karyawan BUMN, bahkan dana zakat, bukankah nilainya mencapai seribuan triliun? Apakah semua dana ini telah dilahap habis menteri Keuangan ?
Kekhawatiran dana ini telah habis ditelan untuk membiayai APBN cukup masuk akal. Dana tersebut ditarik paksa melalui surat utang negara (SUN) dan tidak dapat dibayarkan lagi kepada masyarakat.
Dalam keadaan normal saja dana dana masyarakat yang dilahap surat utang negara sulit untuk dikembalikan. Apalagi dalam situasi dehidrasi dan sesak nafas akibat covid 19, Darimana pemerintah akan dapat uang.
Tambahan Surat utang negara sepanjang tahun 2020 telah mencapai Rp. 700 triliun, sementara utang luar negeri (ULN) tidak bertambah sepeserpun. Ini adalah indikasi kuat bahwa dana tabungan masyarakat yang dilahap untuk membiayai birokrasi negara. Wallahualam.