KedaiPena.Com – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Rachland Nashidik meminta agar pemerintah tidak memotong dana abadi pendidikan guna penanggulangan Covid-19 atau Corona di tanah air.
Hal tersebut disampaikan Rachland, sapaannya, saat merespon sumber pendanaan anggaran penanganan virus Corona yang salah satunya adalah dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan sesuai dengan Perppu nomor 1 tahun 2020
“Menteri Keuangan mengakui, salah satu sumber realokasi adalah dana abadi pendidikan. Saya cek di Perppu memang benar. Ini memang situasi darurat. Tapi kenapa anggaran infrastruktur tak disentuh, malah dana abadi pendidikan mau disunat,” ujar Rachland dalam akun twitter pribadinya @rachlannasidik, ditulis Kamis, (2/4/2020).
Rachlan pun menilai bahwa Perppu nomor 1 tahun 2020 tersebut perlu direvisi. Rachland menegaskan bahwa dana abadi pendidikan jangan disunat.
“Itu ikhtiar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk pendidikan anak cucu kita, utamanya yang miskin dan tak berdaya. Potong saja anggaran infrastruktur. Masukkan rencana pemotongan ke dalam Perppu. Siapa setuju?,” tegas Rachland.
“Jangan korbankan (dana) pendidikan untuk kesehatan. Potong dana infrastuktur! #potongdanainfrastruktur,” cuit Rachland.
Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ibnu Sina heran dengan diterbitkannya Perppu nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemik Virus Corona atau Covid-19.
“Apabila DPR langsung menyetujui maka perppu bukan lagi instrumen keadaan darurat, lalu bagaimana mencabutnya? Seharusnya DPR jangan terburu-buru menyetujuinya karena perppu instrumen dalam keadaan darurat,” tegas Ibnu terpisah.
Ibnu menjelaskan bahwa perppu adalah sikap responsif dan baik, namun banyak prinsip oportunitas yang dinormakan sama dengan ketentuan imunitas, sehingga perlu pengawasan.
“Baik ditentukannya ketentuan pidana dalam perppu perlu perhatian tersendiri,” tegas Ibnu.
Ibnu menambahkan bahwa perppu merespon kebutuhan keadaan darurat, kadang tidak perlu koneksi, tapi perlu justifikasi tindakan yang akan dilakukan, khususnya dalam mengambil tindakan cepat.
“Cuma yang jadi soal kalau dalam waktu 24 jam kemudian perppu disahkan DPR akan anomali. Sementara ini menurut saya misalnya perppu dianggap benar menjadi UU, nanti kalau situasi sudah normal. Presiden ajukan RUU tentang Pencabutan Perppu, mau begitu? kan aneh-aneh saja,” tandas Ibnu.
Laporan: Muhammad Hafidh