KedaiPena.Com – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengingatkan bahwa adanya perampasan lahan yang terjadi di Pulau Pari beberapa waktu lalu juga berkebalikan dengan pidato Gubenur DKI Anies Baswedan dan RPJMD soal perhatian kepada pulau-pulau kecil, khususnya di Kepulauan Seribu.
Hal itu disampaikan Yasser Arafat, Departemen Hubungan Antar Lembaga DPP KNTI dalam keterangan kepada KedaiPena.Com ditulis Jumat (24/11).
“Sekitar 350 kepala keluarga nyaris kehilangan tempat tinggal dan mata pencahariannya akibat privatisasi dan perampasan lahan di Pulau Pari,” tegas dia.
Padahal disebutkan dalam RPJMD, pemerintah akan mendorong pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Nyatanya, hari ini masyarakat Pulau Pari tengah berjuang menghadang privatiasi pulau melawan korporasi.
Selain itu, dilihat dari sektor kelautan dan perikanan pemerintah mengakui bahwa pada tahun 2016 tidak melakukan pembinaan nelayan dengan cakupan 0 persen. Padahal padahal tahun 2012 terdapat 74,5 persen nelayan yang dibina.
“Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2015 sebesar 70,8 persen. Bisa jadi pembinaan pada tahun 2016 tidak dilakukan karena sudah banyak nelayan yang mulai kehilangan wilayah tangkap dan mata pencahariannya akibat reklamasi,” sambungnya.
KNTI pun meminta Pemerintah Provinsi Jakarta mencabut dan menghapus pembangunan proyek NCICD dalam RPJMD DKI Jakarta 2018-2022.
“Susun Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) dengan berbasiskan perlindungan ruang penghidupan dan aksea nelayan terhadap pesisir dan laut,” pinta dia.
Ia juga meminta Pemprov DKI memastikan aspek perlindungan tenurial masyarakat pesisir dan nelayan atas laut dan tanahnya khususnya kasus besar yang terjadi yaitu reklamasi dan perampasan Pulau Pari.
“Susun Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan sebagai turunan dari UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam,” lanjutnya.
Laporan: Sulistyawan