Artikel ini ditulis oleh Prof. Dr. Eggi Sudjana, SH, M.Si., Ketua Umum TPUA.
Mengawali tulisan, saya ingin mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1445 H. InshaaAllaah, Allah Subhannahu Wa Ta’ala menerima seluruh ibadah kita selama Bulan Suci Ramadhan. Mohon maaf lahir dan batin.
Selama masa i’tikaf Ramadhan 1445 H, saya bersama Abi Dody dkk berusaha bermuhasabah atas diri dan kondisi bangsa Indonesia. Sejumlah pengalaman politik dan kesejarahan bangsa Indonesia, nampaknya tak mengalami perubahan yang signifikan, apalagi jika dikaitkan dengan cita penegakan syariat Islam yang menjadi misi utama perjuangan umat Islam.
Dari seluruh proses kontestasi politik yang ada, sepanjang sejarah berdirinya NKRI, telah diselenggarakan 13 kali Pemilu anggota lembaga legislatif yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, 2019 dan 2024. Pilpres langsung dilaksanakan pada tahun 2004, 2009, 2014,2019 dan 2024.
SBY adalah Presiden pertama yang terpilih sebagai Presiden melalui Pilpres langsung. SBY menjabat jabatan Presiden dua periode berturut-turut, disusul Jokowi yang juga menjabat Presiden dua periode , hal ini sudikiranya kita cermati bersama bukankah model Liberalis Kapitalis pemilu dan pilpres seperti ini one man one vote bertentangan dengan sila ke 4 Pancasila?
Namun, dalam konteks penyelenggaran Pemilu 2024 yang curang secara terstruktur, sistematis, masif, brutal dan gila (TSMBG), saya merasa ada yang perlu dikoreksi atas partisipasi politik umat Islam, yang selama ini terlibat dalam kontestasi demokrasi. Beberapa catatan pentingnya adalah:
Pertama, umat Islam tidak pernah menjadi decision maker, policy maker. Umat Islam hanya menjadi follower.
Dalam konteks Pilpres misalnya, umat Islam tak punya peran dalam menentukan siapa capres yang dipilih. Paslon capres cawapres ditentukan oleh Parpol, yang pertimbangannya tentu hanya aspek politik yang pragmatis.
Dalam Pemilu 2024 misalnya, andaikan umat Islam diberi kewenangan tentulah umat Islam akan menentukan pilihan capres untuk berkontestasi yang sejalan dengan misi perjuangan syariah Islam. Nama-nama seperti HRS, Ustadz Abdul Shomad, Ustadz Adi Hidayat, tentu masuk nominasi. Soal apakah para ustad dan habaib ini setuju dicalonkan atau tidak, itu perkara lain.
Kedua, umat Islam selalu jadi korban dan dikhianati secara politik. Suara umat Islam hanya ramai untuk digerakan ke TPS mencoblos saat pemilu, diajak demonstrasi dan kampanye, dan paling banyak perannya berperang opini di sosmed.
Sementara untuk hal-hal yang krusial, seperti apakah akan menggugat ke MK atau tidak, gulirkan hak angket atau tidak, masuk kabinet atau tidak, umat Islam tak pernah diajak bicara melalui tokoh – tokohnya yang real . Makanya, umat Islam hanya dijadikan pendorong mobil mogok, mesin hidup umat Islam ditinggalkan.
Karena itulah, saya mundur dari tim hukum penggugat di MK, karena toh hasilnya sudah bisa ditebak. MK akan menolak permohonan, dan parpol akan berkoalisi dengan pemenang. NasDem dan PKB sudah ancang-ancang merapat. PKS, bukan mustahil juga bisa menyusul? .
Sejak awal, NasDem bahkan sudah ucapkan selamat pada Prabowo Gibran dan menyatakan menerima hasil Pemilu. Satu sikap kontradiktif dengan upaya hukum yang tengah ditempuh tim Amien.
PKB yang tadinya enggan berkomentar soal koalisi, sekarang menyatakan tidak punya pengalaman berada di barisan oposisi. Satu indikasi, PKB juga akhirnya akan merapat.
Akhirnya, umat Islam hanya akan gigit jari. Para elit politik akan kembali satu meja, sementara para pemilih, relawan dan pendukung hanya jadi korban berkeringat di lapangan.
Ketiga, pola politik yang demikian, yakni umat Islam yang diabaikan dan hanya menjadi korban pengkhianatan sejatinya adalah situasi yang berulang. Dulu, saat pemilu 2019 umat Islam dikhianati, sekarang juga mengalami nasib yang kurang lebih sama.
Keempat, hal yang paling krusial adalah sejak pemilu tahun 1955 hingga terakhir tahun 2024, tak ada perkembangan yang siginifikan yang dicapai umat Islam secara politik dalam konteks merealisir tujuan penegakan syariat Islam. Proses politik yang ada hanyalah berebut kekuasaan untuk menumpuk harta dan gagah-gahan saja bukan untuk menerapkan syariah Islam sebagai perjuangan ideologi nya .
Akhirnya, parpol Islam pun tidak ada bedanya dengan parpol sekuler nasionalis. PPP yang dulu menjadi simbol persatuan umat Islam, kini ditinggalkan umat dan partainya tidak lolos parlemen, tragis .
Berangkat dari kondisi politik yang ada, saya jadi teringat perjuangan Rasulullah Saw. Perjuangan beliau yang memperjuangkan syariah Islam hanya dengan dakwah, dan enggan terlibat dalam politik praktis. Padahal, tawaran terlibat dalam politik praktis berulangkali sampai kepada beliau namun selalu beliau tolak.
Bahwa yang paling Mashur adalah tawaran yang disampaikan kepada beliau melalui paman beliau Abu Thalib. Ketika itu, penguasa Kafir Quraisy mengajak Rasulullah bernegosiasi, terlibat politik praktis dengan mereka, berbagi kekuasaan.
Saat itu, beliau Saw tegas menyatakan:
“Duhai paman, Demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku mengentikan perjuangan ini, maka niscaya aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah mewujudkannya atau aku wafat dalam perjuangan ini.”
Rasulullah tak tergoda politik praktis, tak tergoda tawaran kekuasaan. Rasulullah Saw tetap Istiqomah dengan dakwah, menyeru umat untuk menerapkan syariat Islam. Rasulullah terus memperjuangkan politik Islam ditengah umat, dan menolak berkompromi dengan rezim kafir Quraisy.
Rasanya, refleksi atas kisah perjuangan Rasulullah Saw tersebut relevan untuk diterapkan pada saat ini. Saya sudah sampai pada keyakinan, bahwa perubahan tidak akan mungkin wujud melalui sistem demokrasi. Perubahan, hanya akan wujud dengan dakwah, yakni dakwah menyeru kepada umat untuk menerapkan syariat Islam.
Secara teori saya sendiri yaitu OST JUBEDIL (Objektif, Sistematis, Toleran, Jujur Benar dan adil), saya sudah menguji proses politik di negeri ini. Saya sudah beberapa kali nyaleg, keluar masuk parpol, berjuang untuk capres hingga masuk penjara. Kesimpulannya, perjuangan itu buntu karena visi syariat Islam yang saya perjuangkan, dimana saya mendeklarasikan HMI MPO untuk menyelamatkan syariah Islam, tidak bisa diwujudkan. Dalam politik praktis, semua akhirnya serba kalkulatif, serba materialistik, serba pragmatis. Idealisme syariat Islam hanya dijadikan misi pinggiran.
Saya menyimpulkan jalan dakwah adalah jalan perubahan, bukan karena ego politik yang sifatnya etnosentris dan feodalisme. Tetapi setelah melakukan pengamatan secara konprehensif tentang situasi bangsa, juga refleksi pada sejarah perjuangan Rasulullah Saw.
Jalan dakwah ini juga sejalan dengan konstitusi, dimana dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 ditegaskan:
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dakwah adalah ibadat fardu Ain , yang dalam keyakinan Islam akan berpahala bagi yang melaksanakannya dan berdosa bagi yang meninggalkan. Aktivitas dakwah adalah aktivitas ibadah yang dijamin oleh konstitusi, sebagaimana termaktub dalam Pasal 29 UUD 1945.
Selain itu, berpendapat dan menyampaikan pendapat melalui aktivitas dakwah juga dijamin konstitusi. Mengingat, Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tegas menyatakan:
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”
Semoga, momentum Idul Fitri 1445 H ini menjadi penanda perubahan umat Islam, dan kembalinya ruh dakwah Islam ditengah umat Islam. Sebab, tak ada jalan lain menuju perubahan dan kebangkitan umat Islam, melainkan hanya dengan dakwah Islam, InshaaAllaah saatnya nanti akan berlaku janji Allah Subhannahu Wa Ta’ala , dalam Surat An Nur [24] ayatnya 55 : ALLAAH Subhanahu Wa Ta’ala berfirman
وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَـيَسْتَخْلِفَـنَّهُمْ فِى الْاَ رْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَـيُبَدِّلَــنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًا ۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـئًــا ۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
(QS. An-Nur 24: Ayat 55) .
Bahwa fakta sejarah kekhalifan Umat Islam mengusai seluruh Dunia hingga 1300 Tahun , terakhir AlFatih khalifah di Turkey berakhir tahun 1924 sdh 100 tahun berlalu , inshaaAllaah akan bangkit lagi kekhalifan Umat Islam dalam waktu yang tidak terlalu lama , asalkan kita janganlah selalu berselisih pendapat jadi lemah dan tidak kompak , perhatikan lah perintah-Nya dalam Surat Al Anfal ayat 46;
وَاَ طِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَا زَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَا صْبِرُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar.”
(QS. Al-Anfal 8: Ayat 46)
Oleh karena itu kata kuncinya adalah taqwa = taat dan patuh pada Allah dan Rasulullah Muhammad SAW, jangan Ambil Tuhan-tuhsejaraan lain selain Allah juga jangan jadi kan contoh teladan hidup lain kecuali Muhammad SAW. Salam juang.
[***]