KedaiPena.Com – Wakil Ketua Komisi Seni dan Budaya Abdul Kharis Almasyhari meminta pemerintah tidak tergesa-gesa untuk melakukan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI), khususnya di sektor Industri Perfilman.
Demikian disampaikan Abdul Kharis pasca memimpin Rapat Dengar Pendapat Panja Perfilman dengan Perum Film Negara (PFN) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/2).
“Merevisi DNI untuk Industri Perfilman merupakan tindakan tergesa-gesa, karena kita belum memiliki regulasi proteksi yang kuat untuk melindungi seluruh elemen yang terlibat dalam industri perfilman di Indonesia,†jelas Kharis.
Diketahui, pemerintah dalam waktu dekat segera merampungkan pembahasan revisi DNI untuk membuka kesempatan yang lebih besar bagi pemodal asing untuk berinvestasi lebih di sektor usaha di dalam negeri. Salah satu sektor yang turut direvisi adalah investasi di sektor Industri Perfilman, mulai dari produksi, distribusi, hingga eksebisi.
Seharusnya, jika pemerintah fokus menggarap industri tersebut, perfilman Indonesia dapat bersaing dengan dunia internasional. Di sinilah kewajiban pemerintah untuk melindungi industri film lokal.
“Saya optimis kualitas film Indonesia akan mampu bersaing dalam dunia global jika ada upaya keras dari masyarakat sebagai penonton, pemerintah sebagai penyusun kebijakan, serta stake holder lainnya yang ingin melihat industri film lokal kita lebih baik,†jelas Legislator dari dapil Jawa Tengah V ini.
Kharis menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi empat hal sebelum melakukan revisi DNI tersebut. Empat hal tersebut adalah mahalnya pajak terhadap film lokal dibandingkan film impor, distribusi bioskop yang hanya terkonsentrasi di kota-kota besar, monopoli pengelolaan bioskop, serta sulitnya mendapatkan izin untuk melakukan pengambilan gambar (shooting).
“Dari evaluasi ini akan ditemukan kendala apa saja sehingga perlu diperbaiki dalam skala prioritas. Pemerintah harus fokus dulu pada penyelesaian skala prioritas ini,†tegas Doktor dari Universitas Negeri Surakarta ini.
(Prw/Foto: Istimewa)‎