DESAS-desus yang beredar mengatakan besok akan terjadi reshuffle kabinet. Akan ada setidaknya empat orang menteri yang akan diganti yakni Menteri Kesehatan Agus Terawan, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Pariwisata Wisnutama.
Mengejutkan. Menteri-menteri yang terkena reshuffle kabinet ternyata bukan menteri yang strategis yang berhubungan dengan perekonomian. Indonesia sedang masuk ke dalam jurang krisis ekonomi, akibat perekonomian yang sudah memburuk sebelum Covid-19, menteri-menteri ekonomi malah tetap bertahan.
Kenapa bukan Menteri Keuangan yang di-reshuffle? Padahal Presiden ngamuk (sambil baca teks) di video Youtube minggu lalu dan ancam-ancam reshuffle tema utamanya adalah penyaluran dana untuk Covid yang tersendat di Bendahara Negara (Menteri Keuangan).
Sehingga hanya 1,5% yang tersalurkan untuk penanganan medis dan sangat kecil anggaran yang tersalurkan untuk penanganan UKM yang terdampak.
Selain itu berkali-kali angka defisit anggaran yang berubah-ubah, bergerak naik turun seperti “roller coaster”, sehingga sempat mengakibatkan Presiden marah-marah juga sebelum marah-marah yang terakhir.
Kabarnya juga kakak kandung, adik kandung, dan adik ipar Menteri Keuangan saat ini ramai-ramai jadi pimpinan dan komisaris BUMN. Masa menteri yang melestarikan KKN peninggalan Orba begini dipertahankan. Tidak tahu malu.
Kenapa juga bukan Menko Perekonomian yang di-reshuffle? Menko Perekonomian adalah yang paling bertanggung jawab atas carut-marutnya program Kartu Pra Kerja.
Berbagai kalangan, mulai dari kalangan aktivis hingga KPK dan BPK telah mengungkap potensi kejahatan keuangan dan konflik kepentingan dalam program yang menjadi unggulan Jokowi saat kampanye Pilpres 2019 ini.
Sehingga akhirnya program Kartu Pra Kerja ini dihentikan sendiri oleh tim pelaksananya. Memalukan.
Kemampuan teknis Menko Perekonomian sebagai ekonom pun layak dipertanyakan. Sama sekali tidak ada terobosan yang berarti untuk mempercepat penanganan pemulihan ekonomi.
Selalu berlandaskan pada “business as usual”, seakan Indonesia tidak sedang dalam krisis ekonomi saat ini. Miskin terobosan, padahal Presiden Jokowi sudah berbusa-busa marah-marah minta menteri-menteri mencari terobosan untuk menyelamatkan ekonomi.
Selain itu yang layak di-reshuffle juga adalah Menko Kemaritiman. Menko yang ini terutama sudah mempermalukan wibawa pemerintah di hadapan publik dengan secara terang-terangan memprioritaskan bisnisnya di atas keselamatan rakyat (dengan ngotot memperjuangkan tetap masuknya TKA dari Cina ke Kendari).
Pengangkatan keponakannya menjadi komisaris Bursa Efek juga adalah salah satu dari tontonan konflik kepentingan yang sangat memalukan, KKN era Orba telah kembali.
Menko Kemaritiman saat ini adalah simbol dari oligarki yang menjadi musuh kalangan pergerakan. Gurita bisnisnya terus membesar tanpa ada satupun orang di pemerintahan yang berani padanya, sudah cocok istilah “kapal keruk” disematkan kepada dirinya oleh para purnawirawan.
Satu lagi hal yang mempermalukan Jokowi, ternyata memang Menko ini tidak punya ‘harga diri’. Sudah sesumbar di publik menantang debat soal utang siapapun pengkritiknya, begitu ditanggapi oleh ekonom senior Rizal Ramli, si Menko malah ngumpet. Ora isin.
Menteri yang tidak kompeten dalam penanganan ekonomi dan terlibat KKN masih dipertahankan, yang diganti hanya menteri-menteri tidak strategis.
Sama-saja dengan ibaratnya Negara Indonesia adalah badan yang sedang sakit keras sehingga harus dioperasi berat, sang dokter (Presiden) malah memutuskan hanya melakukan “facelift” (operasi kecil mengencangkan muka).
Reshuffle kabinet memang hanya omong kosong. Jangan salahkan bila akhirnya mahasiswa dan rakyat bergerak untuk me-reshuffle pemerintahan.
Oleh Pengamat Kebijakan Publik Nasrudin Joha