KedaiPena.Com – Masyarakat Jakarta tampaknya sama sekali tidak peduli soal ada-tidaknya Ibu Kota Negara (IKN) baru bernama Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, saat ini.
Padahal secara legal formal, pembentukan Ibu Kota Negara baru itu sudah tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, yang ditopang oleh seperangkat peraturan-peraturan lainnya dari PP hingga Perpres.
Bahkan sudah pula dibentuk Badan Otorita Ibu Kota Negara (BO-IKN) dan Tim Transisi Pendukung Persiapan, Pembangunan dan Pemindahan Ibu Kota Negara.
Namun semua itu tak membuat rakyat Jakarta menjadi peduli tentang isu Ibu Kota Negara.
Pegiat Klub Literasi Progresif (KLiP) yang juga Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nasional (JARANAN), Nanang Djamaludin, menyampaikan hal itu dalam Sosialisasi Perda DKI Jakarta terkait Perda Pelestarian Kebudayaan Betawi, di Kemanggisan, Jakarta Barat.
Sosialisasi Perda itu berbarengan dengan acara perpisahan Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta yang digelar sangat meriah.
Nanang menyebutkan, dalam pasal 1 Perda No.4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi, yang dimaksud daerah adalah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dan Perda ini sampai sekarang masih ada, belum diganti dengan Perda baru sebagai dampak dari terbitnya UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Sehingga sebenarnya saat ini ada dua ibu kota, yakni Ibu kota Jakarta dan Ibu Kota Nusantara di Kaltim.
“Jadi ibu kota saat ini sepertinya ada dua, laksana ibu kota kembar. Dan bagi masyarakat Jakarta merasa Jakarta tetap ibu kota sebagaimana biasanya,” katanya, ditulis Rabu (19/10/2022).
Nanang menyebut, sikap demikian dari masyarakat Jakarta sepertinya merupakan buah dari efek diabaikannya kondisi krisis pasca pandemi yang dihadapi rakyat banyak oleh pemerintahan Jokowi.
Di mana kesulitan hidup yang dihadapi masyarakat Indonesia tidak dipedulikan oleh pemerintah pusat, yang justru menggelar proyek mercusuar IKN.
Dan itu disinyalir hanya untuk meneguhkan kepentingan oligarki semata.
Sudah begitu, tambahnya, proyek IKN oleh Jokowi awalnya akan dibiayai lewat investor asing. Namun setelah mundurnya calon investor asing itu, lalu pemerintah menggunakan anggaran APBN yang merupakan uang rakyat.
“Di sinilah masyarakat merasa sudah susah kehidupan sehari-harinya, maka uang rakyat dalam APBN harus dipaksa mencicil proyek IKN dalam waktu lama dan dianggap masyarakat sebagai mercusuar itu,” sebutnya.
Gugatan masyarakat sipil juga marak terhadap UU IKN. Tokoh seperti Busyro Muqoddas, Azyumardi Azra (Alm), Din Syamsuddin, Abdullah Hehamahua, Walhi, Aliansi Masyarakat Adat Indonesia (AMAN), dan lain-lain, tercatat maju mengugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi (MK)
“Ada enam berkas permohonan gugatan uji formil dan materil ke MK. Namun semua gugatan tersebut kandas. Dan itu disinyalir pelbagai kalangan sebagai bekerjanya efek perkawinan politik antara Ketua MK dan adik presiden,” ujarnya.
Laporan: Muhammad Lutfi