DENGAN berbagai kelebihannya baik dari sumber daya alam yang melimpah, posisi strategis di katulistiwa, keragaman budaya, sejarah, dan jumlah penduduk cukup besar, sudah selayaknya Indonesia menjadi negara besar dan bermartabat.
Dengan kasih sayang yang tak berhingga, Tuhan sudah menganugerahkan semua kenikmatan bagi bangsa Indonesia agar dapat hidup secara layak, adil, makmur dan sejahtera. Merupakan suatu kejanggalan yang sulit untuk diterima oleh akal sehat apabila penduduk di Nusantara ini tetap terjebak dalam jurang kemiskinan dan kebodohan sementara pihak lain berlomba-lomba mengeruk dan menguasai harta kekayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perjuangan yang tidak pernah surut oleh para pahlawan merupakan bukti bahwa negara ini berkeinginan kuat untuk meraih kesejahteraan tersebut. Para pahlawan telah mengorbankan harta, jiwa, dan raga untuk kemerdekaan, kemajuan, dan martabat bangsa.
Perjuangan yang mereka lakukan dengan satu tujuan yakni untu meyaknkan bahwa bangsa Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Mereka sangat menyadari bahwa apa yang diperjuangkan bukanlah untuk mereka nikmati, namun sebagai persembahan bagi anak cucu mereka sebagai pewaris negara.
Namun sayangnya, setelah negara ini merdeka, para pewaris bangsa tidak dapat memenuhi harapan para pahlawan. Pewaris bangsa yang menjadi pemegang amanah kekuasaan telah melakukan pengkhianatan dengan lebih mengutamakan keuntungan dan kepentingan diri mereka sendir, kelompok, atau golongannya.
Mereka telah menyalahgunakan kewenangan yang dikuasakan kepada mereka dengan menindas, menipu, dan mengabaikan tugas utamanya untuk melayani masyarakat. Para abdi negara telah bermutasi menjadi penguasa dzalim yang mengeruk kekayaan negara layaknya prilaku kompeni di zaman penjajahan.
Hal yang demikian menjadi suguhan menarik bagi masyarakat hampir setiap hari dengan berbagai bentuk kejahatan korusi. Para pemegang amanah telah melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam berbagai delik dan modus terkait dengan keuangan negara, suap, pemerasan, gratifikasi, pemalsuan pembukuan, dan sebagainya.
Hampir setiap program dan kegiatan yang menyangkut keuangan negara mereka lakukan tindak pidana korupsi. Sungguh mengherankan apabila dilihat dari para pelaku pidana korupsi ini. Mereka adalah para petinggi dengan kekuasaan dan kehormatan yang besar, memiliki pendidikan juga melebihi rata-rata masyarakat, sudah mempunyai harta kekayaan yang lebih dari cukup, dengan dukungan teman dan kroni yang tersebar disetiap lini.
Korupsi sudah merusak hampir di semua sektor kehidupan masyarakat mulai dari ekoonomi, sosial, buadaya, sampai-sampai membahyakan keberlangsungan (sustainable development) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari berbagai penyebab seperti kesempatan (oppotunitis), tekanan (pressures), pembenaran (rationalizations), dan kemampuan (capabilities) sebenarnya masih bisa dicegah dengan baik apabila faktor penyebab utamanya bisa ditangani dengan baik.
Faktor penyebab utama perilaku koruptif di Indonesia adalah hancurnya integritas (lack of integrity). Para pelaku korupsi baik itu kalangan pimpinan pemerintahan (menteri, gubernur, bupati, walikota, pejabat eselon I dan II, direksi BUMN/D, anggota DPR/D), para penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, pengacara), maupun kalangan pengusaha telah terjebak dalam suatu kondisi yang menyebabkan mereka kehilangan integritas disaat menjalankan tugasnya.
Berbagai upaya penindakan (repressive) dan pencegahan (preventive) telah diupayakan namun masih saja belum menunjukkan perbaikan yang siginfikan. Oleh karenanya, saya membuat buku berjudul ‘Corruption The Devil’ sebagai sumbangsih melawan tindakan jahat korupsi. Buku ini menguraikan penyebab korupsi dengan disertai contoh konkret berbagai kasus korupsi yang terkait.
Diharapkan para pembaca dapat menarik pelajaran dari buku ini sehingga dapat lebih sensitif, tidak mudah terjebak, dan terus terjaga dari berbagai godaan dan tekanan korupsi. Lebih jauh lagi, diharapkan kita semua warga NKRI berkewajiban untuk melakukan perlawanan bersama terhadap segala macam tindak pidana korupsi.
Oleh Haryono Umar, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid II