KedaiPena.com – Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie mendorong rakyat agar memaksa Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevolusi etika. Sebab, dia menilai, hal itu merupakan isu mendasar dari persoalan di Indonesia.
“Etika apa? Etika politik. Jadi fungsi kepala negara itu adalah penanggung jawab tertinggi, sebagai simbol pemersatu dan budaya di dalam sebuah individu yang menjadi pemimpin negara, itu yang harus melekat dan tidak boleh terpapar unsur politik praktis,” kata Connie dalam diskusi bertajuk ‘Pemilu Curang Menyoal Netralitas Presiden hingga Laporan Kemhan ke Bawaslu’ di Sadjoe Cafe, Jakarta Selatan, ditulis Jumat (26/1/2024).
Ia menjelaskan, dalam sistem parlementer jabatan Kepala Negara dan kepala pemerintahan diisi oleh dua orang berbeda. Sedangkan pada sistem presidensial, Kepala Negara memiliki dua fungsi berbeda dalam satu orang.
“Maka sistem (presidensial) ini rentan dan sangat rentan, jika presidennya atau Kepala Negara tidak paham pembedaan dirinya, apakah dia dalam kapasitas Kepala Negara, apakah dia dalam kapasitas kepala pemerintahan,” ujarnya.
Atas dasar itu, Connie menyatakan bahwa presiden tidak dapat ikut serta dalam politik praktis.
“Itulah mengapa dalam sistem ini, etika politik atau yang saya sebut fatsun politik adalah yang paling penting dimiliki presiden, social skill,” ujarnya lagi.
Ia menyatakan, ketika politik berkaitan dengan etika bernegara, tentu semua aturan yang tidak tertulis, berbasis pada asas kepatutan dan kepantasan.
“Jadi di sini kita bisa bicara bahwa etika politik ini tidak dipahami oleh presiden kita hari ini, dan menurut saya lebih tidak akan dipahami oleh cawapres yang putra presiden,” kata Connie lebih lanjut.
Oleh karena itu, kata Connie menegaskan, ketika Jokowi mengatakan presiden boleh berpolitik dan mendukung pasangan calon tertentu, maka dapat dimaknai Kepala Negara tersebut sudah menjadi partisan milik partai atau paslon.
“Padahal kewajiban presiden menjadi pengayom segenap rakyat dan bangsa Indonesia,” pungkasnya.
Laporan: Sabilillah