KedaiPena.com – Tuntutan penyelesaian kewajiban pada Drs. Lidson Mulia Siregar, kembali disampaikan oleh Advokat Dr Ir Albert Kuhon MS SH kepada PT Citilink Indonesia. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari masuknya kasus ini ke ranah pengadilan, yang berpotensi untuk membuka isu-isu sensitif di lingkungan Citilink terungkap ke publik.
“Selama ini Mulia Siregar bekerja membantu Citilink agar isu-isu tersebut tidak mencuat ke permukaan. Tetapi jika ditanya dalam persidangan, kan terpaksa Mulia harus menjelaskan tugas-tugasnya secara rinci,” kata Kuhon melalui keterangan tertulis, Minggu (26/6/2022).
Advokat Dr Ir Albert Kuhon MS SH bersama Guntur Manumpak Pangaribuan SH menyatakan sudah dua kali mengatasnamakan Mulia Siregar mengirim somasi kepada Dewa Kadek Rai, Direktur Utama PT Citilink Indonesia. Pasalnya, PT Citilink Indonesia melakukan pemutusan perjanjian kerja sepihak kepada klien mereka yang bernama Drs Lidson Mulia Siregar.
Kuhon menuturkan, kliennya berkali-kali dikontrak oleh pihak Citilink sejak awal tahun 2018. Kontrak atau Perjanjian Jasa Advisory yang terakhir bertanggal 9 Desember 2021 dengan masa berlaku selama satu tahun.
“Sampai dengan tanggal 9 Desember 2022,” ucap Kuhon mengutip isi Pasal 1 perjanjian antara PT Citilink Indonesia dengan Mulia Siregar.
Pihak PT Citilink Indonesia yang diwakili oleh Sumedi, melalui surat tertanggal 18 Maret 2022 melakukan “pengakhiran Perjanjian No CITILINK/JKTDHQG/Adv-003/XII/2021”. Disebutkan tanggal efektif pengakhiran perjanjian adalah 17 April 2022.
Kuhon menyatakan bahwa kliennya, tidak berkeberatan kontrak tersebut diakhiri. Namun ia minta haknya dibayar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 81 (angka 16) Undang-undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang mengubah Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) menegaskan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (Pasal 62 UU Ketenagakerjaan) dan pengusaha wajib memberikan uang kompensasi yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan oleh pekerja (Pasal 17 PP 35/2021).
Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 4/Yur/Pdt/2018, juga menyatakan pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk perbuatan melawan hukum. Karena pihak PT Citilink tidak memenuhi kewajibannya, Mulia Siregar minta bantuan advokat Albert Kuhon dan Guntur Pangaribuan. Kedua advokat melayangkan somasi kedua tanggal 17 Juni yang lalu.
“Kami beri waktu kepada pihak Citilink, selambat-lambatnya tanggal 24 Juni 2022 pukul 16.00 WIB sudah membayar kewajibannya kepada klien,” kata Pangaribuan.
Kuhon menjelaskan, Dirut PT Citilink Indonesia, Dewa Kadek Rai melalui VP Bidang Human Capital Management, Sumedi, bersikukuh bahwa tindakan yang dilakukannya sudah benar. Padahal Mahkamah Agung dalam putusan nomor 1051 K/Pdt/2014 tanggal 12 November 2014 menegaskan pembatalan perjanjian secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam putusan Peninjauan Kembali No 580 PK/Pdt/2015, Mahkamah Agung menegaskan penghentian Perjanjian Kerjasama secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum, dan pelakunya harus membayar kerugian yang ditimbulkan.
Kuhon heran melihat Sumedi bersikukuh bahwa pendiriannya sudah benar sehingga Citilink tidak perlu membayar apa-apa kepada Mulia Siregar.
“Entah peraturan mana yang dia pakai,” ungkapnya.
Baik Kuhon maupun Pangaribuan mengingatkan, sebaiknya Citilink membayar kewajibannya kepada Mulia Siregar tanpa harus melalui proses pengadilan. Kalau sampai harus melalui proses persidangan, pasti kerugian Citilink jauh lebih besar.
”Citilink bisa kehilangan reputasi dan banyak skandal yang selama ini ditutupi barangkali jadi terungkap,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa