KedaiPena.Com – Hasil kreatifitas 3 pelajar SMA Negeri 1 (Plus) Matauli Pandan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara ini patut diancungi jempol.
Ke-tiga pelajar yakni Arif Maulana Harahap, Muhammad Habibi Hasibuan dan Adi Gunawan Lase ini berhasil mengolah Bonggol Pisang menjadi Bioethanol. Bahan bakar alternatif yang dapat digunakan untuk kendaraan umum seperti Sepeda Motor dan Mobil.
Ditemui KedaiPena.Com di gedung Mess Matauli, Senin (18/7), ke-tiga pelajar ini sumringah menunjukkan Trofi yang diraih berkat memenangi kontes North Sumatera Innovation Award di Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) April 2016.
Meski belum cukup puas karena hanya mendapatkan Favorit II dan menyisihkan puluhan peserta kontes dari berbagai SMA dan perguruan tinggi lainnya, para pelajar berwajah-wajah polos ini mengaku akan tetap optimis mengembangkan hasil penelitian itu.
“Segitulah kemampuan yang bisa kita bang. Ya, mungkin karena usaha kami belum maksimal, makanya dapat juara dua, kalau dimaksimalkan lagi mungkin akan bisa dapat juara satu,” kata Arif yang dipercaya menjadi kordinator Tim.
Pelajar di jurusan IPA ini menuturkan, penemuan itu rencananya memang akan terus dikembangkan, terutama menyangkut efisiensi.
“Mungkin akan kami lanjutkan penelitian ini agar efisiensi yang hanya 12 persen bisa menjadi 40 hingga 50 persen,” ungkap Arif.
Selain masalah efisiensi, menjadikan penemuan itu agar memiliki Hak Paten, tentu menjadi opsi tepat agar dapat dikembangkan secara meluas.
“Insyaallah akan dipatenkan memang bang, tentu dengan dukungan pihak sekolah,” kata Habibie menimpali Arif.
Sebelumnya Arif yang duduk di bangku kelas 12 itu menuturkan, ide penelitian berjudul ‘Pembuatan Bahan Bakar Alternatif dari Bonggol pisang’ itu muncul saat dirinya dan Habibi melihat sampah Bonggol pisang yang terbuang di sebuah kebun di Kabupaten Tapanuli Selatan. Arif mengaku, ingin mengetahui kandungan di dalamnya.
“Kami coba searching daripada dibuang, kandungannya apa, nah, kami dapatkan 60 persen Selulosa jenis Karbohidrat. Saya lihat juga di televisi, ada seorang kakak menemukan Bioethanol dari kulit Pisang, rupanya sama dengan Bonggol tadi, makanya kami berfikir cocok diteliti,” tutur Arif.
Dengan pendampingan guru Kimia SMA Matauli Darmayanto, penelitian oleh ke tiga pelajar itu akhirnya dilakukan sejak 2015 lalu. Dan ditemukan, hasil fermentasi Bonggol menghasilkan nilai oktan yang tinggi, bahkan melampaui nilai oktan yang terkadung di dalam bahan bakar jenis Premium.
“Hasil dari Fermentasi, di Destilasi (proses pemisahan berdasarkan titik didih-red), maka hasilnya, dibandingkan premium dengan kadar Oktan 88, Bioethanol hasil fermentasi Bonggol mengandung kadar Oktan 90,” terang Arif.
Penuturan Arif, dari segi ekonomis Bioethanol hasil fermentasi Bonggol Pisang itu jauh bernilai ekonomis dibandingkan Premium.
Untuk 1 kilogram Bonggol dapat menghasilkan 150 mililiter Bioethanol, atau tiap 8 kilogram Bonggol dapat menghasilkan 1 liter lebih Bioethanol.
“Kalau dari harga, tentu jauh di bawah harga berjenis Premium, karena harga produksi juga sangat kecil dan terjangkau,” kata Arif.
Untuk jarak tempuh, menggunakan bahan bakar Bioethanol dari Bonggol juga memiliki kelebihan dibandingkan bahan bakar lain.
“Jarak tempuh biotehanol lebih jauh dari bensin jika dibandingkan dengan ukuran yang sama. Selain itu, lebih ramah ingkungan, hasil bakaranya cuma karbondioksida dan air, sementara Premium menghasilkan timbal,” timpal Habibi.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 (Plus) Matauli Pandan, Tapanuli Tengah Murdianto mengaku bangga atas prestasi para pelajar itu. Menurut ia, inovasi karya itu harus di fasilitasi dan di kembangkan.
“Inilah inovasi karya anak-anak yang harus di fasilitasi dan dikembangakan, maka institusi berupaya mengembangkan alat, mengefisiensikan alat, agar proses bisa di efeisiensikan sampai 50 persen, kalau sudah tercapai bagaimana kita mengupayakan agar di Hak Paten-kan,” ujar Murdianto.
Menurut Murdianto, pematenan hasil karya itu akan turut menjawab tuntutan kebutuhan akan energi terbarukan.
“Karena sekarang sedang gencar mencari energi alternatif yang terbarukan. Anak-anak SMA ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang,” kata Murdianto.
(Dom)