RUPANYA agenda untuk menggoreng Ahok oleh para Taipan Overseas dan Daratan RRC semakin menjadi jadi. Sebelumnya kekuatan Taipan dalam negeri menyandera Istana dan insitusi penegak hukum untuk membui Ahok dalam sejumlah kasus korupsi yang sudah menjadi wacana publik Indonesia.
Namun, lagi-lagi, kekuatan Istana dan sanderaan para taipan yang mencengkram, kasus-kasus dugaan KKN Ahok belum tersentuh tuntas. Baru pada kasus penistaan agama yang menggiring Ahok ke jeruji besi.
Dalam pikiran para sutradara dan aktor yang memainkan isu-isu strategis soal Ahok, tidak tinggal diam. Meski pengadilan sudah sidangkan dengan cermat sebanyak 21 kali. Dan memutuskan hukuman penjara selama dua tahun langsung masuk. Rupanya mencoba bermain pada opini tidak saja di tingkat lokal dengan demo anarkis, dan acara 1000 lilin.
Tapi, pada tingkat dunia pun mereka mainkan. Mulai dari lembaga sekelas PBB, Uni Eropa, negara-negara yang konon bersimpati di antara Belanda, Cina bahkan Myanmar, dengan Aung San Suu Kyii sebagai jubirnya.
Melihat permainan ini, bisa dibaca bahwa terutama Cina yang berekasi keras protes pemerintah Indonesia atas pemenjaraan Ahok ini, mau menarik warganya. Lha kenapa tidak putuskan hubungan diplomatik dengan RI dengan cara memanggil Dubes Cina pulang kampung dan tutup Kedubes di Jakarta?
Ancaman Pemerintah Cina untuk menarik warganya dari Indonesia di tanggapi sejumlah kalangan dengan nada mencemooh. Sok pulang sana ke Ciba. Wong di sini cari makan kok belagu. Reaksi spontas sejumlah kalangan di nedsos itu adalah wajar. Karena publik Indonesia anggap Pemerintah Cina terlalu jauh campuri urusan dalam negeri Indonesia.
Jika saja nanti proses hukum atas dugaan KKN Ahok diusut tuntas dan sampai ke Pengadilan baru pada tau rasa. Ternyata selama ini orang yang mereka bela salah alamat. Jika saja KPK, Polri dan Kejaksaan mau lakukan tugas dengan baik dan profesional.
Soal dukungan terhadap kasus Ahok oleh RRC dan sebagainya itu justru oleh negara-negara yang selama ini terlihat Anti Cina Daratan malah tidak terdengar, kalau yang dilakukan oleh RRC dan sebagainya itu sebagai persoalan HAM dan keadilan.
Taiwan, Vietnam yang warganya Demo Anti Cina Daratan tidak bereaksi atas kasus Ahok ini. Justru pemerintah Singapura malah mengancam kepada para Ahokers untuk bikin acara simpati Ahok di Negara Singa itu.
Terlihat, apa yang di lakukan Beijing terhadap kasus Ahok itu bisa di anggap sebagai terjemahan One Cina Policy. Strategi Satu Cina (SSC). Lha kalau stategi satu dengan model bela Ahok membabi buta akan merugikan Cina dan Xi Jin Ping sendiri.
Karena Pemerintah dan Publik Indonesia anggap semua Warga Negara Cina di negeri ini adalah juga Warga Negara RRC. Lah gawat kalau begitu Pak Xi.
Soal pembelaan kasus Ahok soal penistaan itu oleh Cina jangan jadikan HAM dan demokrasi sebagai alasan. Apakah RRC lupa Tragedi Tinanamen 1989. Yang mebantai mati ribuan Pejuang Pro Demokrasi di Kota Beijing?
Maka sebaiknya Beijing berkaca dahulu sebelum kritik sistem hukum dan keadilan di Negeri kami.
Beijing, jangan demi ekspansi “Kekaisaran nya”, pake prinsip “Gajah di Pelupuk Mata Tak Tampak, Kuman Di Seberang Lautan Tampak”.
Masing-masing kita harus menjaga dan saling hormati sesama Negara berdaulat. Hormatilah kami karena itu, kami akan hormati anda. Kepada Pak Xi jin Ping selamat bertemu dengan para kepala negara sahabat dalam acara One Belt, One Road. Tapi jangan ekspansi dan mau menjajah dan intervensi Negara kami.
Oleh Muslim Arbi, Koordinator Gerakan Aktivis Lawan Korupsi