KedaiPena.Com – Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS) Ubedilah Badrun menilai rekomendasi PDIP untuk amandemen UUD 1945 tidak tepat.
“Dulu waktu Amandemen UUD 1945 tahun 2001 itu Presidennya dari PDIP, pemenang pileg nya tahun 1999 juga PDIP, lalu baru sekarang sadar ada yang keliru,” ujar Ubed kepada KedaiPena.Com, Kamis, (15/8/2019).
Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini pun meyakni usulan amandemen tersebut juga akan membuat kekeliruan yang lebih parah.
“Saya khawatir tahun 2019 ini PDIP mau amandemen lagi, bisa nambah kelirunya,” ungkap Ubed.
Mantan aktivis Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) menyarankan dari pada melakukan amandemen tetap ingin dilakukan, sebaiknya PDIP melakukan pertaubatan nasional.
“Kecuali tahun 2019 ini PDIP dan Amien Rais, Ketua MPR yang memimpin Sidang Umum MPR saat amandemen terjadi melakukan pertaubatan nasional,” tandas Ubed.
Diketahui, PDIP merekomendasikan amandemen terbatas pada Undang-Undang Dasar 1945, untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan berwenang menyusun Garis-Garis Besar Haluan Negara alias GBHN seperti era Orde Baru.
Rekomendasi tersebut merupakan salah satu dari 23 rekomendasi hasil Kongres V PDI Perjuangan di
UUD 1945 telah diamandemen sebanyak 4 kali. Pertama kali terjadi pada sidang Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 14-21 Oktober 1999. Ketua MPR kala itu adalah Amien Rais. Ada 9 dari 37 pasal di dalam UUD yang berubah.
Sedangkan, untuk perubahan kedua terjadi pada sidang umum MPR 7-18 Agustus 2000 yang juga masih diketuai Amien Rais.
Kemudian, UUD 1945 mengalami perubahan ketiga dalam sidang umum MPR pada 1-9 November 2001. Amien Rais uga masih menjadi Ketua MPR di periode ini dengan Presiden saat itu Megawati Soekarno Putri.
Terakhir, amandemen UUD 1945 keempat yang terjadi pada masa sidang 1-11 Agustus 2002.
Laporan: Muhammad Hafidh