KedaiPena.Com – Garuda, siapa sangka bahwa burung fiktif yang hanya ada di dalam cerita pewayangan tersebut bisa menjadi lambang negara kita.
Padahal, burung Garuda dulu hanya berupa relief di candi seperti Candi Dieng dan Candi Prambanan. Selain itu, lambang Garuda juga digunakan sebagai materai atau stempel kerajaan.
Salah satu kerajaan di Indonesia yang pernah menggunakan Garuda sebagai stempel kerajaannya adalah Kerajaan Airlangga.
Burung Garuda telah disahkan sebagai lambang Negara Republik Indonesia pada 11 Februari 1950, dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah no 66 tahun 1951.
Tapi pertanyaannya siapakah penggagas dari penggunaan burung Garuda ini sebagai lambang negara kita?
Dilansir dari buku ‘Soekarno: The Untold Story’ karya Wijanarko Aditjondro, ternyata penggagasnya adalah seorang Sultan dari Pontianak yang bernama, Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie lI atau dikenal dengan Sultan Hamid ll.
Sultan Hamid terlahir dengan nama Syarif Hamid Alkadri. Ia adalah putra Pontianak. Dalam tubuh Sultan Hamid II mengalir darah Indonesia-Arab. Ia juga sempat diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris.
Cerita pembuatan lambang kenegaraan ini bermula ketika pada suatu hari Soekarno meminta Sultan Hamid II merencanakan, merancang dan juga merumuskan lambang negara.
Pada waktu itu, Sultan Hamid sedang menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio. Disebutkan pula, ide perisai Pancasila muncul saat Sultan Hamid II teringat ucapan Presiden Soekarno.
Bung Karno pernah mengatakan bahwa ada baiknya jika lambang negara itu bisa mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara digambarkan ke dalam lambang negara.
Proses berikutnya terjadi pada tanggal 10 Januari 1950, yaitu ketika dibentuknya Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio.
Adapun M. Yamin bertindak sebagai ketua. Lalu Ki Hajar Dewantoro, M Pellaupessy, M. Natsir dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota kepanitiaan.
Panitia lalu menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Sayembara tersebut diikuti oleh banyak orang, namun hanya ada dua karya yang diterima oleh panitia, yaitu karya Sultan Hamid II sendiri dan karya M. Yamin.
Setelah melalui rapat yang cukup lama, akhirnya panitia cenderung memilih rancangan karya Sultan Hamid sedangkan karya M. Yamin ditolak karena ada gambar sinar matahari yang dianggap sebagai pengaruh dari Jepang.
Setelah rancangan disetujui, Sultan Hamid ll pun segera menghadap Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta. Mereka bertiga pun berunding untuk menyempurnakan rancangan tersebut.
Setelah memakan waktu cukup lama, akhirnya mereka pun mencapai satu kesepakatan yaitu, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula berupa peta merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Kemudian, Presiden Soekarno pun memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Itulah salah satu karya anak bangsa yang patut dihargai. Sewajarnyalah bila generasi muda bisa mencontoh para pendahulu untuk memberikan sesuatu yang bisa membanggakan nama bangsa Indonesia.
Selanjutnya, Bung Karno memerintahkan Dullah, pelukis Istana, untuk melukis kembali rancangan tersebut, sesuai bentuk final rancangan Sultan Hamid II.
Dan lambang itu masih kita gunakan hingga saat ini. Bung Karno percaya, bahwa suatu hari nanti Indonesia akan menjadi sebuah negara yang maju, berkembang dan tidak bisa diremehkan lagi.
Laporan: Ricki Sismawan