KedaiPena.com – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman meragukan pernyataan Direktur Utama PT Kilang Pertamina International (KPI) Taufik Adityawarman pada media yang menyebutkan proses bisnis mereka telah efisien.
“Kesimpulan dialog saya dengan jajaran manajemen KPI melalui Pjs Corporate Comunication KPI, telah membuat saya jadi ragu angka-angka yang disebutkan mereka. Jika benar angka mereka efisien, tentu harusnya berkorelasi dengan harga produk BBM mereka yang jadi lebih murah dari kilang Singapura, mengapa ini tidak?” kata Yusri saat dihubungi, Sabtu (24/9/2022).
Yusri juga mempertanyakan terkait kesanggupan pembiayaan ekspansi kilang dalam bentuk revitalisasi proyek kilang RDMP.
Ia mengutarakan, dalam surat konfirmasi yang dikirimkan CERI ke Pjs Coporate Secretary PT KPI pada 14 September 2022 perihal Mohon Konfirmasi dan Informasi, CERI menyatakan sangat tertarik dan ingin mendapat penjelasan lebih banyak atas rilis media Dirut PT KPI Taufik Adityawarman pada hari Sabtu (10/9/2022), yang telah menyatakan bahwa rata-rata biaya operasi kilang Pertamina sangat efisien, yaitu USD3,67 per barel, sementara kilang Singapore mencapai USD7,81 per barel, terkhusus biaya operasi kilang Cilacap yang hanya USD2,83 per barel dan kilang Plaju sebesar USD2,92.
“Jika mengacu konfigurasi kilang Cilacap memiliki Nelson Complexity Index (NCI) angka sekitar 13 dan kilang Plaju hanya angka 4. Apakah mungkin atau masuk akal sehat bahwa biaya operasi Kilang Cilacap dengan NCI 13 lebih murah dari biaya operasi kilang Plaju NCI 4?. Itu ibarat membandingkan biaya operasi bus mewah dengan mobil kijang,” urainya menjelaskan isi surat CERI.
Dalam surat yang sama, dipertanyakan juga terkait rata-rata Net Cash Margin (NCM) kilang Pertamina yang sangat positif yaitu sebesar USD 4,88 perbarel. Maka dengan asumsi rata-rata pengolahaan minyak mentah di kilang Pertamina sekitar 900.000 barel per hari, tentu rata-rata NCM Kilang Pertamina setiap hari adalah 900.000 barel dikali USD4,88 sama dengan USD4,392,000 per hari. Jika dihitung sebulan, maka jumlahnya menjadi USD131,760,000.
“Sehingga NCM PT Kilang Pertamina International menjadi sekitar USD1,5 miliar setiap tahunnya, apa benar angka itu?” tanya Yusri lebih lanjut.
Selain itu, CERI dalam surat itu juga menyatakan, KPI membeli crude oil bersaing di pasar global senilai USD69,246 per barel, lebih rendah dari perusahan lain berada di angka USD69, 46 per barel.
“Bolehkah kami dijelaskan mekanisme tender crude oil di ISC KPI? Apakah masih setiap tender menyebutkan negara asal minyak? Contoh West Africa Crude, Asia Crude atau Midle East Crude atau nama lapangan? Bukankah sistem tender crude oil harusnya mensyaratkan spesifakasi teknis crude oil sesuai kebutuhan atau kehandalan kilang? Karena kilang hanya mengenal spesifikasi bukan nama negara atau nama lapangan, jika menyebut nama negara atau nama lapangan minyak, maka sejak dulu model tender tersebut sudah diijon oleh traders seperti Vitol, Travigura dan Glencore, Pertamina berpontesi kemahalan membeli crude sekitar USD5 sampai dengan USD10 per barel,” tanya Yusri.
Atas pertanyaan yang disampaikan CERI, Pjs Corsec PT KPI, Milla Suciani antara lain menerangkan NCI merupakan gambaran kompleksitas kilang, dimana semakin tinggi nilai NCI maka kilang tersebut menghasilkan lebih banyak produk berkualitas tinggi dan proses produksi lebih efisien.
“Saat ini NCI Kilang PT KPI adalah sebagai berikut, RU III Plaju 3.1 dan RU IV Cilacap 7.4,” ungkap Milla.
Terkait Net Cash Margin (NCM), Milla mengatakan Net Cash Margin merupakan salah satu parameter untuk mengukur kinerja keuangan suatu kilang.
“Perhitungan NCM sangat dipengaruhi oleh kompleksitas kilang. Nilai Net Cash Margin Kilang PT KPI beragam dengan nilai berkisar antara 3.40 hingga 7.17 (Study Wood MacKenzie 2021),” ungkap Milla lagi.
Sementara, terkait pembelian crude, Milla mengutarakan, tender minyak mentah di PT KPI secara garis besar dilakukan sesuai kebutuhan kilang melalui tahapan penyampaian invitation kepada mitra usaha, penerimaan penawaran dari mitra usaha, evaluasi penawaran, dan penetapan pemenang.
“Penetapan pemenang dilakukan jika terdapat penawaran yang memenuhi kriteria yang sesuai dengan Sistem Tata Kelola yang berlaku, salah satunya minyak mentah yang dibeli adalah minyak mentah yang menghasilkan nilai keekonomian paling tinggi berdasarkan hasil run software Linier Programming,” kata Milla.
Terkait pencantuman negara asal minyak dalam proses tender, Milla mengatakan, PT KPI tidak mencantumkan negara asal minyak pada tender invitation yang disampaikan melainkan menggunakan sebutan grade atau nama minyak mentah yang telah melalui evaluasi spesifikasi teknis terdahulu dan dapat diterima atau diolah di kilang KPI seperti WTI, Saharan dan lainnya.
Atas dasar penjelasan tersebut, Yusri mengungkapkan dengan angka NCM baik, diindikasikan kondisi cash flow KPI juga baik dan mampu untuk membiayai proyek RDMP.
“Namun faktanya mengapa berbanding terbalik. Apa basis yang digunakan oleh KPI dalam menghitung harga jual produk BBM dari kilang kepada PT Pertamina Patra Niaga? Basis MOPS (Mean of Platts Singapore) atau ICP (Indonesia Crude Price)?” ungkap Yusri, yang tak dijawab oleh pihak KPI.
Yusri menyatakan suatu hal yang aneh jika Pertamina Patra Niaga dan Pertamina Kilang merahasiakan basis perhitungan antar subholding tersebut. Sebab Kepmen ESDM No 62K/2020 jelas menyebutkan dasar perhitungan Formula harga BBM semua produk Pertamina di SPBU adalah MOPS, sementara jika kilang Pertamina beli minyak mentah bagian negara atau milik KKKS (Pertamina Hulu Energi) adalah ICP basisnya.
“Korban akibat ketidak efisienan Pertamina itu akan ditanggung oleh rakyat berdasarkan harga BBM yang mahal lagi buruk kualitas, karena sekitar 95 persen produk BBM Pertamina seperti Pertalite, Pertamax 92, Solar dan Dexlite berstandar euro 2 dengan kadar sulfur 500 ppm, ini ironis,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa