KedaiPena.com – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menyatakan empat faktor penyebab kebakaran kilang Pertamina yang telah diucapkan Dirut Pertamina, Nicke Widyawati dalam acara rapat dengar pendapar (RDP) antara PT Pertamina dengan Komisi VII DPR RI pada Selasa (4/4/2023), patut dipertanyakan.
“Nicke menjelaskan, empat faktor penyebab itu diperoleh dari hasil audit oleh auditor internasional atas kejadian ledakan empat tangki mogas di kilang Balongan yang terjadi pada 29 Maret 2021 lalu. Namun Nicke tidak ada menyebutkan satupun kalimat adanya faktor kelalaian manusia atau human error yang menyebabkan kebakaran, ini menyedihkan,” kata ungkap Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Kamis (6/4/2023).
Menurut Yusri, CERI justru menemukan fakta yang berbeda. Temuan itu berdasarkan keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri, Brigjen Pol Rudi Hartono kepada media tanggal 20 Mei 2021. Rudi mengungkapkan bahwa berdasarkan LP 147/IV/2021/Jabar oleh Polres Indramayu tanggal 29 Maret 2021 terkait kebakaran 4 tangki mogas kilang Balongan, setelah gelar perkara Bareskrim Mabes Polri akan menetapkan tersangka.
“Ada kalimat lanjutan dari Karopenmas, sudah ditemukan unsur-unsur kealpaan, kelalaian di sana, sehingga menimbulkan kebakaran, ledakan dengan segala macam, menjadi peristiwa pidana,” paparnya.
Kemudian, lanjut Yusri, pernyataan Karopenmas Mabes Polri itu sudah pernah secara resmi dikonfirmasi oleh CERI pada 9 November 2022, terkait proses tender EPC 4 tangki mogas kilang Balongan yang berlarut-larut dan belum ditunjuk pemenang tendernya hingga Maret 2023.
“Tetapi tidak ada jawaban, meskipun Kabareskrim turut kami kirimkan juga surat konfirmasi tersebut,” ungkapnya.
Yusri mengatakan, soal akurasi penjelasan CERI tersebut pun mudah dilacak, ada jejak digitalnya bisa dibuka oleh siapa pun.
“Jadi, keempat faktor penyebab menurut Nicke itu, pertama akibat faktor lightning atau petir, kedua akibat overflow atau meluber, ketiga akibat kebocoran hidrogen dan keempat akibat faktor sulfidasi akibat endapan minyak mentah yang kandungan sulfurnya tinggi, kami beranggapan perlu di-review lagi,” kata Yusri.
Yusri lantas mengingatkan, jangan sampai Pertamina menghamburkan puluhan juta Dollar Amerika untuk pembayaran auditor internasional, tapi diagnosisnya kurang lengkap, yang berakibat resepnya kurang tepat, berakibat membuat penyakitnya tak bisa sembuh.
Lebih lanjut Nicke dalam RDP tersebut menegaskan, untuk mengantisipasi hasil audit tersebut, Pertamina telah merogoh kocek USD600 juta untuk memasang LPS (Lightening Protection System) dua lapis.
“Kami berpendapat, Nicke terkesan telah berbohong, jika hanya menyebutkan hanya empat faktor tanpa menyebutkan adanya faktor kelalaian manusia dari faktor yang ada. Lagipula, jangan petir selalu dijadikan kambing hitam, bisa jadi karena faktor kelalaian manusia yang tepat penyebabnya. Dipasang anti petir semahal apapun, kalau sudah bocor seperti yang terjadi di kilang Balongan, TBBM Plumpang, Kilang Cilacap dan Balikpapan, pasti akan terbakar kapan saja, sebab sumber panas tidak harus dari petir” tambah Yusri.
Selain itu, jelas Yusri, soal luber tersebut bukanlah faktor penyebab.
“Itu akibat adanya alat atau pipa yang sudah rusak tetapi terlambat diganti, disini ada faktor kelalaian,” kata Yusri.
Begitu juga tentang pernyataan Nicke menyebutkan faktor hidrogen sebagai penyebab kebakaran kilang.
“Mengapa menyalahkan hidrogen, kenapa menjadi masalah, bukankah hidrogen sudah ada bersamaan kilang beroperasi, hidrogen itu bisa membentuk segitiga api tentu akibat pipa atau sambungannya yang bocor, penyebabnya bisa jadi akibat kelalaian merawat dan mendeteksi potensi kebocorannya,” ujarnya.
Soal adanya sulfidasi atau endapan sulfur, menurut Yusri hal itu lantaran Pertamina sekarang membeli minyak mentah kandungan sulfur tinggi.
“Sementara dulu kilang Pertamina dibangun dengan desain mengolah minyak mentah kandungan sulfur rendah. Padahal, pada saat kilang merubah makanan dari sweet crude ke sour crude, sudah pasti sangat terencana, ada kajian teknis dan evaluasinya, tinggal eksekusi untuk perbaikan dan monitornya yang lebih ketat,” ujarnya lagi.
Intinya, kata Yusri, CERI meyakini bahwa Pertamina sudah punya standard safety yang baik, setidaknya untuk perusahaan minyak wajib menerapkan Process Safety Management (PSM) yang meliputi kegiatan Process Hazard Analysis (PHA), diantaranya hazard and operability studies (Hazop), serta kegiatan mechanical integrity (MI).
“Jika semua dijalankan dengan ketat dan disiplin, sulit rasanya bisa terjadi kebakaran beruntun seperti yang dialami Pertamina selama ini,” ungkap Yusri.
Sedihnya, kata Yusri lagi, dalam perdebatan kemaren di gedung DPR, pertanyaan kritis tidak muncul, kalimat yang muncul dari wakil rakyat hanya Dirut Pertamina kurang sedekah.
“Ini soal kompetensi dan integritas wakil rakyat,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa