KedaiPena.com – Dua mantan Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), Roycke Tumilaar dan Kartiko Wirjoatmodjo tampaknya memilih bungkam dan diam seribu bahasa terkait skandal keuangan PT Sun Nusantara Pembiayaan (SNP Finance). Sebagaimana diketahui, Roycke kebetulan saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT BNI Tbk. Sedangkan Kartiko alias Tiko, kini didapuk menjadi Wakil Menteri II BUMN, yang mana tugasnya adalah membina semua bank BUMN.
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman menyatakan bahwa pengajuan konfirmasi dan klarifikasi telah dilakukan kepada yang bersangkutan dan Corsec Bank Mandiri Rudi pada Sabtu (11/3/2023).
“Konfirmasi dan klarifikasi terkait adanya Laporan Lembaga Pusat Monitoring Penegakan Hukum Indonesia (MPHI) ke KPK pada 26 Januari 2023 lalu soal kasus dugaan Tipikor SNP Finance. CERI sudah menanyakan apa saja langkah yang Roycke dan Kartiko telah lakukan pada waktu menjabat sebagai Dirut Bank Mandiri terkait persoalan SNP Finance ini. Namun sayang, mereka bungkam,” kata Yusri, Senin (13/3/2023).
Menurut Yusri, ia telah menanyakan kepada keduanya apa saja langkah-langkah yang pernah dilakukan keduanya untuk mencegah Bank Mandiri yang merupakan bank ‘pelat merah’ itu menderita kerugian lebih besar akibat ulah Leo Chandra dengan kedok kredit Columbia itu.
Ia juga menyikapi langkah Menteri BUMN Erick Thohir yang pada 9 Maret 2023 lalu sudah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi di 12 BUMN ke Kejaksaan Agung RI.
“Mestinya kasus kredit macet di Bank Mandiri dan BNI ini juga ikut didorong oleh Erick Thohir untuk ditindaklajuti dengan serius oleh Kejaksaan Agung RI. Sebab potensi kerugian negara cukup besar ditotal mencapai sekitar Rp8,1 triliun,” ujarnya.
Apalagi, lanjutnya, Leo Chandra yang dijuluki ‘Si Pembobol 14 Bank’ itu pun sudah dihukum pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) pada akhir Desember 2021 dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp10 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
“Meski demikian, hingga saat ini publik tidak mengetahui apa kelanjutan atas pengungkapan kasus Leo Chandra itu, terutama pada kasus yang menimpa Bank Mandiri. Padahal jelas bahwa Leo Chandra melahap uang Bank Mandiri hampir Rp 1,4 triliun,” ujarnya lagi.
Sementara itu, sebagaimana diketahui, masalah PT Sun Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) tiba-tiba hangat dibicarakan publik medio 2018 silam. Dilansir cnbcindonesia pada 31 Mei 2018, kesulitan keuangan yang melilit perusahaan itu bermula dari gagal bayar (default) Medium Term Notes (MTN) yang diterbitkan SNP Finance pada 9 Mei dan 14 Mei 2018. Total kewajiban bunga utang yang harus dibayar mencapai Rp6,75 miliar dari dua seri MTN.
Menurut data dari KSEI, seluruh nilai MTN sebesar Rp1,852 triliun dengan jatuh tempo dan seri yang berbeda. Nilai MTN yang jatuh tempo 2018 sebesar Rp725 miliar dengan 5 seri. Sementara MTN yang jatuh tempo 2019 sebesar Rp817 miliar dengan 10 Seri dan yang jatuh tempo 2020 sebesar Rp310 miliar dengan 4 seri. Semua dengan rating idA/Stable dari Pefindo.
Cerita kemudian berlanjut, ternyata perseroan juga seret membayar utang kepada para krediturnya. Tak tanggung-tanggung nilai kredit SNP Finance ke 14 bank mencapai Rp6 triliun.
Bank-bank besar ikut memberikan kredit kepada SNP Finance. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menyalurkan kredit senilai Rp1,4 triliun dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyalurkan sekitar Rp200 miliar ke SNP Finance.
Takut masalah membesar, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya membekukan kegiatan usaha PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance). Pembekuan kegiatan usaha SNP Finance dikeluarkan melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK Nomor S-247/NB.2/2018 tanggal 14 Mei 2018 tentang Pembekuan Kegiatan Usaha PT Sunprima Nusantara Pembiayaan, terhitung sejak tanggal 14 Mei 2018.
SNP Finance merupakan salah satu anak usaha Columbia Grup, perusahaan terkemuka di bidang penjualan tunai dan kredit di Indonesia. Columbia didirikan oleh Leo Chandra, pada tanggal 28 Februari 1982.
Tak hanya menyoroti skandal SNP Finance, Yusri Usman juga angkat bicara atas kredit macet perusahaan batu bara PT Titan Infra Energy (Titan Group) senilai US$450 juta kepada kreditur sindikasi yang hingga kini belum jelas penyelesaiannya. Bila dirupiahkan, kredit itu setara dengan Rp6,7 triliun menggunakan asumsi kurs Rp14.970,5 per dolar AS.
Adapun kredit itu dikucurkan oleh sindikasi yang terdiri atas PT Bank CIMB Niaga Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., Credit Suisse, dan Trafigura. Hingga tenggat waktu yang disepakati yakni Kamis, 30 Juni 2022 lalu, para kreditur masih belum menerima proposal restrukturisasi kredit yang dijanjikan Direktur Utama PT Titan Infra Energy.
Bahkan, pada 13 Oktober 2022 lalu, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan permohonan gugatan pra peradilan Bank Mandiri terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Bareskrim Polri dalam kasus dugaan kredit macet PT Titan Infra Energy.
“Menurut hemat kami, karena hingga saat ini tidak ada tindak lanjut dari penegak hukum atas putusan pengadilan yang memenangkan Gugatan Pra Peradilan Bank Mandiri itu, seharusnya Bareskrim Polri kembali cepat melakukan penyelidikan dan penyidikan dan membuka kasus ini kembali. Atau, lantaran Erick Thohir juga sudah melapor ke Kejagung, seharusnya kasus ini sekaligus diselesaikan oleh Kejagung agar mengurangi kerugian negara,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa