KedaiPena.com – Peneliti LP3ES, Dr Wijayanto menyampaikan Authoritarian Populism, otoriter tetapi populer, adalah teori baru yang diamati dari populisme Marcos Jr tentang kesatuan dan persatuan, begitu pula ‘makan siang gratis’ di Indonesia dan ide ide popular lain.
Lebih lanjut, ia menyebutkan, Teori Daron Acemoglu dan James Robinson mengatakan bahwa demokrasi bagai jalur sempit di mana ada pertarungan dua kekuatan, negara, yang di dalamnya ada oligarki dan civil society (masyarakat Madani) yang seharusnya berkekuatan seimbang.
“Ketika seimbang, maka negara bisa dipaksa untuk tetap menjalankan mandat kostitusi untuk selalu merawat kebebasan atau demokrasi,” kata Dr Wijayanto, dikutip Senin (27/5/2024).
Namun ketika civil society terlalu lemah, lanjutnya, maka hasilnya adalah otoriterisme, totaliterisme.
“Jelas bahwa Indonesia sangat membutuhkan masyarakat sipil yang kuat saat ini. Koalisi harus diartikan ada yang berdiri di luar kekuasaan untuk selalu menjalankan fungsi kritiknya, agar kekuasaan negara tidak berubah wujud menjadi leviathan ganas,” paparnya.
Wijayanto juga menyebutkan pemerintah mendatang harus menghindari pemborosan jumlah kementerian. Pemerintah juga harus memberikan pengertian bahwa kekuasaan tidak selalu harus seragam pemikiran dan anti kritik, anti antagonisme.
“Dalam demokrasi yang baik, kritisisme dan antagonisme adalah hal hal yang penting agar fungsi kontrol dan check and balancing tetap berjalan. Jika semua menjadi bagian dari kekuasaan maka akan membahayakan demokrasi,” paparnya lagi.
Ia mencontohkan, saat Orde Baru dulu, pemerintah tetap menyadari tentang perlu adanya pemikiran-pemikiran yang berbeda.
“Contohnya dulu LP3ES sangat kuat dan bisa berperan sebagai partner kritis dari pemerintah. Mantan presiden Suharto sendiri menyadari akan pentingnya gagasan-gagasan yang lain sebagai masukan. Hal itu yang tidak ada di masa reformasi, seakan-akan tidak memerlukan gagasan-gagasan yang lain,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena