Artikel ini ditulis oleh Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada.
Pemerintah dan Komisi VII Dewan Perwalilan Rakyat (DPR) terus berupaya untuk merampungkan rancangan undang-undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) pada 2023. UU EBT diperlukan sebagai regulasi komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan EBT yang berkelanjutan dan berkeadilan, serta serta pencapaian Net Zero Emission. Namun, target tersebut tampaknya sulit dicapai, karena masih ada perbedaan pendapat terkait liberalisasi kelistrikan melalui Power Wheeling.
Power wheeling merupakan mekanisme yang mengizinkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung kepada konsumen dengan menggunakan jaringan transmisi dan distribusi PLN. Power wheeling sesungguhnya merupakan pola unbundling, yang diatur dalam UU No.20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Pola unbundling itu sudah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD 1945.
Tidak diragukan lagi power wheeling merupakan bentuk liberalisasi kelistrikan yang bertentangan dengan UU No.30/2009 tentang ketenagalistrikan dan Keputusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015. Bahkan melanggar Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Selain melanggar konstitusi, liberalisasi juga akan merugikan rakyat sebagai konsumen listrik dan negara, harus dicegah.
Dengan liberalisasi, penetapan tarif listrik diserahkan pada mekanisme pasar, yang besaran tarif listrik ditentukan oleh demand and supply. Pada saat demand tinggi dan supply tetap, tarif listrik pasti akan dinaikkan, yang membebani rakyat.
Liberalisasi berpotensi menggerus permintaan pelanggan PLN. Penurunan jumlah pelanggan PLN, selain dapat memperbesar kelebihan pasokan PLN, juga dapat membengkakan beban APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN, yang memberatkan APBN. Mengingat penerapan konsep power wheeling merupakan bentuk liberalisasi kelistrikan, yang merugian rakyat dan membebani APBN, sebaiknya usulan power wheeling ditarik dari dalam RUU EBT, sehingga target pengesahan pada 2023 dapat dicapai.
[***]