KedaiPena.Com – Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI, Moestaqim Dahlan menilai, penggunaan kata reklamasi pada pembangunan 17 pulau buatan di Teluk Jakarta tidak tepat.
Sebab, reklamasi merupakan upaya penyelamatan suatu wilayah yang sebelumnya rusak, baik akibat abrasi ataupun bekas eksplorasi tambang.
“Kalau sekarang reklamasi ini disebutkan di Jakarta. Pertanyaannya, apa yang direklamasi?” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Minggu (15/5).
Kalaupun memang megaproyek tersebut dilakukan demi mengantisipasi banjir ibukota, menurut Alan, sapaannya, langkah itu tidak tepat. Sebab, seharusnya melakukan revitalisasi 13 sungai yang ada di Jakarta.
“Bukan (sungainya) diturap, dibeton. Muaranya jangan ditutup, diuruk. Seharusnya, sedimentasi yang sudah dalam dikeruk,” bebernya.
Justru, imbuhnya, dengan adanya megaproyek belas pulau rekayasa yang dikembangkan sejumlah pengembang tersebut berpotensi memperparah area banjir di Jakarta. “Karena (air) dari 13 sungai ke laut terhambat. Air pasang juga begitu, akan meluap,” katanya mengingatkan.
Proyek tanggul sepanjang 32 km yang berdiri di pesisir Timur hingga Barat Jakarta, bagi Alan, juga tidak tepat gena. Apalagi, mengancam keberadaan hutan mangrove yang bermanfaat untuk menahan abrasi hingga menyerap limbah.
“Yang benar (dengan adanya reklamasi), mereka sedang mencari tanah-tanah murah, merampas hak-hak nelayan, karena beli 100 perak dan dijual bermiliar-miliar harganya,” papar ketua Tim Hukum Kelompok Silaturahim Kumpul Bareng Anak Tenabang (Sikumbang) ini.
(Fat/Rinto)