KedaiPena.Com – Perubahan pada empat kali amandemen UUD 45 hanya berkisar masalah kekuasaan pemerintahan. Hal ini menunjukkan bahwa fokus era reformasi hanyalah masalah kekuasaan.
Demikian disampaikan Ketua Umum Suara Kreasi Anak Bangsa (SKAB) Dodi Prasetya Azhari dalam kepada KedaiPena.Com, ditulis Senin (23/7/2018).
“Hantu Orde Lama dan Orde Baru masih merasuki ketakutan semua pemimpin politik negeri ini, dan tidak ingin politik didominasi oleh para ekskutif,” ujar dia.
Padahal, ada hal penting yang juga harus disoroti dalam empat kali amandemen UUD 45, yakni soal ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Ia kemudian menyoroti pasal 33 UUD 45 pasca 4 kali amandemen. Mengutip omongan ekonom senior Rizal Ramli, pada Ayat 2 Pasal 33 UUD 1945 asli disebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sayangnya, ayat pada pasal tersebut, telah dimanipulasi pasca amandemen keempat. Pasal tersebut tidak lagi mewujudkan cita-cita yang pendiri bangsa sesungguhnya.
Di UUD 1945 pasal 33 yang asli tidak ada kata dimiliki oleh rakyat Indonesia. Istilah dikuasai dalam ayat 2 (Pasal 33 UUD 45 hasil amandemen keempat) itu bisa dimanipulasi bisa direkayasa. Hingga akhirnya yang benar-benar menguasai adalah swasta, terutama asing
“Bahkan, kata “dikuasai oleh negara†bisa diubah menjadi atau ditambah dengan kata “dimiliki oleh negaraâ€. Sebab, kata dikuasai mengandung konotasi kekuasaan, dan kekuasaan cenderung untuk timbulnya tindak pidana penyelewengan kekuasaan. Sedangkan kata “dimiliki†harus benar-benar dimiliki oleh negara,” papar Dodi.
Kalaupun ada pihak swasta yang ingin memanfaatkan sumber daya alam dan kekayaan negara, tetap saja saham negara harus lebih besar daripada saham swasta. Dengan demikian, negara benar-benar masih memiliki kekayaan alam yang bersangkutan. Bisa saja, dikuasai oleh negara tetap digunakan.
Namun kata memiliki tidak dapat dihilangkan. Dengan demikian, terbuka kemungkinan terjadinya kemitaraan antara negara dengan pihak lain, sepanjang saham kepemilikan mayoritas masih dimiliki oleh nagara.
Lalu dalam ayat 3 Pasal 33, tertulis kalimat “dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyatâ€. Alangkah baiknya dapat ditambahkan kata “wajib dan hanyaâ€, sehingga menjadi “wajib dipergunakan untuk sebesar-besarnya hanya untuk kemakmuran rakyatâ€.
“Sebenarnya, amat ironis dan menyedihkan, karena perubahan-perubahan terhadap UUD ini tidak mempunyai dampak langsung dengan masalah hajat hidup rakyat banyak,” alumnus Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini menambahkan.
Laporan: Irfan Murpratomo