KedaiPena.Com – Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPR RI Fadli Zon menilai hukum di Indonesia kini semakin menjadi alat kekuasaan, sehingga akhirnya gagal memenuhi tuntutan keadilan. Kesimpulan itu dikemukakannya sebagai Catatan Akhir Tahun 2017 dalam Bidang Hukum.
Padahal, kata Fadli sapaan akrabnya, Indonesia adalah negara hukum. Dengan ketentuan yang tercantum jelas pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Yang dimana ini adalah pasal pertama konstitusi kita.
Tidak hanya itu, penegasan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), disebut di bagian paling awal konstitusi, sesudah konstitusi kita menegaskan soal bentuk negara dan pentingnya kedaulatan rakyat.
“Ini menunjukkan desain konstitusi kita tak menghendaki Indonesia menjadi negara kekuasaan. Kehidupan berbangsa dan bernegara harus berdasarkan hukum,” ujar Fadli dalam keterangan yang diterima Redaksi, Sabtu (30/12/2017).
Fadli menuturkan, sepanjang 2017 dirinya memperhatikan Indonesia justru makin bergerak ke arah negara kekuasaan. Pemerintah telah menjadikan hukum sebagai instrumen kekuasaan, bukan instrumen menegakkan keadilan.
“Berbagai survei tentang kinerja pemerintahan Jokowi, misalnya, selalu menempatkan hukum, selain ekonomi, sebagai sumber utama ketidakpuasan masyarakat.†imbuh Fadli.
Fadli mencontohkan seperti kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mulai dari sejak terdakwa, hingga kini menjadi terpidana, dirinya selalu mendapatkan pengistimewaan hukum.
“Saat yang bersangkutan masih menjadi terdakwa, misalnya, sebenarnya sesuai ketentuan UU No. 23/2014 Pasal 83, seorang kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa di pengadilan harus diberhentikan sementara, tanpa perlu usulan dari DPRD. Tapi ia tidak,” jelas Fadli.
Fadli pun mengakui kondisi demikian sangat berbahaya sekali lantaran hal ini akan menjatuhkan wibawa hukum di hadapan masyarakat. Pemerintah seharusnya menyadari jika keadilan hukum merupakan salah satu alat untuk menciptakan stabilitas dan kohesi sosial.
“Itu sebabnya pemerintah tak boleh melakukan politisasi hukum. Adanya standar ganda dalam bidang penegakkan hukum bisa mengancam kohesi sosial dan melonggarkan tenun kebangsaan,” tukas Politikus Gerindra ini.
Laporan: Irfan Murpratomo