Artikel ini ditulis oleh KH Bachtiar Nasir, Ulama.
ALLAH Subhanallahu ta’ala telah mensyariatkan dua hari raya bagi umat Islam setiap tahun, Idulfitri dan Iduladha. Kedua hari raya itu datang setelah umat Islam melaksanakan dua ibadah agung yang hanya dilakukan sekali dalam setahun.
Pertama, Idulfitri yang dirayakan setelah selama sebulan penuh umat Islam melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, maka disyariatkan hari raya untuk merayakan kemenangan telah menyempurnakan ibadah puasa.
Kedua, Iduladha yang dirayakan setelah sebagian umat Islam yang diberikan kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan ibadah agung lainnya yaitu ibadah haji ke Baitullah. Dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan:
عَنْ أَنَسٍ ، قَالَ : قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا ، فَقَالَ : ” مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ؟ ” قَالُوا : كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا : يَوْمَ الْأَضْحَى ، وَيَوْمَ الْفِطْرِ
Dari Anas, ia berkata, “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, masyarakat Madinah mempunyai dua hari khusus yang mereka rayakan dengan bersenang-senang, maka Beliau bertanya: “Apa maksud dua hari ini? Mereka menjawab: “Kami biasa merayakan keduanya dengan permainan. semasa masih Jahiliyah. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Subhanallahu ta’ala telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari raya kurban ‘(Idul Adha) dan hari raya Idul fitri.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Al-Nasa`i).
Agar Idulfitri yang kita dirayakan menjadi penuh makna dan bernilai ibadah, maka tentunya kita harus meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berhari raya. Sehingga kita melakukan amalan dan perkara yang tidak sesuai dan bertentangan dengan hari kemenangan tersebut. Inilah di antara sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam berhari raya:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan kaum muslimin untuk terus mengumandangkan takbir sebagai tanda rasa syukur kepada Allah Ta’ala. Karena telah memberikan hidayah dan kekuatan sehingga dapat menyelesaikan ibadat puasa di bulan Ramadhan. Sebagian ulama berpendapat bahwa takbir dimulai semenjak terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadhan. Hal itu berdasarkan firman Allah Subhanallahu ta’ala.
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Surat Al-Baqarah [2]: 185).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan kita bertakbir setelah kita mencukupkan bilangan bulan Ramadhan. Yaitu dengan terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadhan. Sedangkan sebagian ulama lain mengatakan bahwa takbir dimulai ketika keluar rumah menuju tempat shalat. Hal itu berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كاَنَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّرُ حَتىَّ يَأْتِيَ المصَلَّى، وَحَتىَّ يَقْضِيَ الصَّلاةَ، فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ قَطَعَ التَّكْبِيْرَ
“Bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada ‘Idul Fitri, beliau bertakbir sampai mendatangi mushalla dan sampai selesai shalat, jika telah selesai shalat beliau memutuskan takbirnya.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah al-Ahadits al-Shahihahnya.
Menunaikan zakat fitri, jika belum dikeluarkan sebelumnya. Sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ , وَالْحُرِّ , وَالذَّكَرِ , وَالْأُنْثَى , وَالصَّغِيرِ , وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum bagi setiap muslim, baik seorang budak maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘id.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Mandi sunnah sebelum keluar berangkat ke tempat shalat. Hal ini selalu dilakukan oleh Ibnu Umar, sahabat Nabi yang sangat mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنِ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الفِطْرِ قَبْلَ أَنَ يَغْدُوَ إلِىَ المُصَلَّى
Nafi’ meriwayatkan bahwasanya Abdullah bin Umar selalu mandi pada hari ‘Idul Fitri sebelum pergi ke tempat sholat (musala). (Riwayat Malik dalam kitab Muwaththa’).
Berhias dan memakai pakaian yang paling bagus yang dimiliki. Ibnu Qayyim dalam kitab Zad al-Ma’ad menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memakai pakaian yang paling bagus untuk kedua hari raya, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai pakaian khusus yang beliau pakaian ketika hari raya dan Jumat.
Disunnah untuk makan terlebih dulu sebelum berangkat untuk melaksanakan shalat Idulfitri dan kalau ada kurma sebaiknya makan kurma dulu dengan jumlah yang ganjil. Sedangkan dalam Iduladha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baru makan setelah kembali dari sholat.
عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كَانَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ ، وَكَانَ لَا يَأْكُلُ يَوْمَ النَّحْرِ حَتَّى يَرْجِعَ
“Ibnu Buraidah meriwayatkan dari ayahnya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak keluar pada hari ‘Idul Fitri sampai ia makan, dan beliau tidak makan pada hari ‘Idul Adha sampai beliau kembali.” (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi)
عَنْ أَنَسٍ ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ…ويأكلهن وترا
Dari Anas, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak keluar pada hari ‘Idul Fitri sehingga beliau makan beberapa kurma, dan memakannya dalam jumlah yang ganjil. (Riwayat Bukhari).
Disunnahkan untuk pergi ke tempat sholat dengan berjalan kaki, begitu juga ketika pulangnya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘id dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki.” (Riwayat Ibnu Majah).
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رضي الله عنه ، قَالَ: مِنْ السُّنَّةِ أَنْ تَخْرُجَ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا، وَأَنْ تَأْكُلَ شَيْئًا قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ
Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata, “Termasuk perkara sunnah jika keluar untuk melaksanakan sholat ‘Id dengan berjalan kaki dan memakan seseuatu terlebih dulu sebelum keluar.” (Riwayat Tirmidzi).
Pergi ke tempat shalat ‘Id lewat satu jalan dan pulang lewat jalan lainnya.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika pada hari ‘Id menyelisihi jalan (pergi lewat satu jalan dan pulang lewat jalan lain). (Riwayat Bukhari).
Disunnahkan untuk menyelenggarakan shalat ‘Id di mushala (lapangan luas) kecuali jika ada halangan atau tidak ada lapangan yang bisa digunakan untuk shalat. Hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى ، فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam keluar pada hari ‘Idul fitri dan ‘Idul adha ke lapangan, maka perkara yang pertama kali beliau lakukan adalah shalat. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Setiap umat Islam harus selalu berusaha melaksanakan shalat ‘Id ini karena ia merupakan sunnah muakkadah yang tidak pernah ditinggalkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau wafat. Bahkan Belaiu menganjurkan semua umat Islam untuk keluar menuju tempat shalat kaum muslimin untuk merayakan hari raya ini termasuk wanita-wanita yang sedang haid, wanita perawan yang selalu menutup diri.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لِتَخْرُجْ الْعَوَاتِقُ ذَوَاتُ الْخُدُورِ أَوِ الْعَوَاتِقُ وَذَوَاتُ الْخُدُورِ وَالْحُيَّضُ فَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ الْمُصَلَّى
Dari Ummu ‘Athiyyah ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaklah para wanita yang sudah baligh dan wanita-wanita yang dipingit di rumah, dan wanita yang sedang haid ikut menyaksikan kebaikan dan do’a kaum muslimin, dan wanita-wanita haid hendaknya menjauh dari tempat shalat.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dan dibolehkan untuk saling memberi selamat (tahni`ah) karena para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga melakukannya. Ibnu Hajar menyebutkan dalam kitabnya Fath al-Bari:
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ ، قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إِذَا التَقَوْا يَوْمَ العِيْدِ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ، تُقُبِّل مِنَّا وَمِنْكَ
Dari Jubair bin Nufair, ia berkata, “Para shahabat NAbi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika bertemu pada hari ‘Id, selalu mengatakan kepada sebagian yang lain: “Taqabbalallahu minna wa minkum” (semoga Allah menerima amalan-amalan kita seluruhnya).
Itulah di antara hal-hal yang sunnah kita lakukan pada hari Idulfitri sehingga kita bisa meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya dalam merayakan hari raya. Semoga kita jauh dari sikap terlalu berlebihan dan sikap mubazir dalam merayakan hari raya, atau bahkan melakukan hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala. Wallahu a’lam bish shawab.
[***]